Ahmad Heryawan: Indonesia Butuh Pemimpin Kuat Wujudkan Indonesia Emas 2045
Peluang Indonesia tampil menjadi negara besar dunia di tahun 2045 sangat terbuka apabila dapat memanfaatkan dan mengelola delapan potensi.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peluang Indonesia tampil menjadi negara besar dunia di tahun 2045 sangat terbuka apabila dapat memanfaatkan dan mengelola delapan potensi atau Asta Gatra yang dimiliki.
Asta Gatra yang terdiri dari letak geografis, kekayaan alam, jumlah penduduk produktif, ideologi, sistem politik, potensi ekonomi, struktur sosial budaya dan sistem pertahanan keamanan merupakan nilai lebih yang harus dimanfaatkan secara maksimal agar cita-cita Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.
Baca juga: Prabowo Beberkan 17 Program Prioritas untuk Capai Indonesia Emas 2045
Demikian dikatakan politikus senior PKS, Ahmad Heryawan, saat menjadi narasumber diskusi publik bertema "Indonesia Emas 2045: Menghadapi Tantangan Multidimensi" yang digelar Center for Indonesian Reform (CIR), di Aula Rumah Kepemimpinan, Srengseng Sawah, Jakarta, Sabtu (7/10/2023).
Heryawan mengatakan saat ini Indonesia memerlukan figur kepemimpinan nasional dan sistem pemerintahan yang dapat memaksimalkan potensi itu dalam sebuah rancangan geopolitik dan geostrategis yang solid.
Sehingga, dengan demikian dapat menaikkan nilai tawar Indonesia di mata dunia.
"Kita punya semua modal untuk menjadi bangsa besar. Secara geografis posisi Indonesia sangat strategis, kekayaan alam Indonesia sangat berlimpah, serta jumlah penduduk Indonesia sangat banyak," kata mantan Gubernur Jawa Barat yang biasa disapa Aher itu.
Dengan potensi yang luar biasa itu Aher optimistis Indonesia mampu menjadi negara maju dalam beberapa tahun ke depan.
Selain Ahmad Heryawan, tampil sebagai pembicara adalah Peneliti Ahli Utama BRIN Siti Zuhro, Associate Profesor FISIP UI Sofwan Albanna, Mantan Pangdam Udayana Letjen TNI (Purn) M Setya Sularso dan Direktur LKPPI Fahmi Islam Jiwanto.
Diskusi yang berlangsung selama 2 sessi itu diikuti ratusan peserta dari kalangan aktivis mahasiswa, perwakilan pengurus organisasi masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh militer, pimpinan agama, peneliti dan akademisi.