KKP: Pengaturan BBL untuk Menjaga Keberlanjutan dan Pengembangan Budidaya Lobster di Indonesia
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan bahwa pengaturan ulang pengelolaan Benih Bening Lobster (BBL), Kepiting, dan Rajungan yang saat in
Penulis: Matheus Elmerio Manalu
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan bahwa pengaturan ulang pengelolaan Benih Bening Lobster (BBL), Kepiting, dan Rajungan yang saat ini sedang memasuki tahapan konsultasi publik, dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya serta memperkuat pengembangan budi daya.
Hal tersebut dapat dilihat salah satunya melalui pengaturan penangkapan BBL berbasis kuota serta upaya KKP dalam pengembangan budidaya BBL melalui dukungan alih teknologi dan investasi.
Kepala Biro Hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan, Effin Martiana menyampaikan bahwa penangkapan BBL dapat dilakukan untuk pembudidayaan. Penangkapan BBL didasarkan pada kuota penangkapan BBL.
Kuota penangkapan BBL ditetapkan oleh Menteri KP berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan.
Baca juga: Tingkatkan Kualitas Produksi Perikanan Budi Daya, KKP Gelar Booth Konsultasi di ILDEX Indonesia 2023
Selain itu, penangkapan BBL juga wajib menggunakan alat penangkapan Ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Termasuk pelaksanaan penangkapan BBL ini wajib memiliki perizinan berusaha dan ada mekanisme pelaporan secara berjenjang, agar dapat dipantau secara ketat," ujar Effin dalam Forum Konsultasi Publik Dengan Stakeholder Perikanan yang berlangsung di Lombok pada Jumat (13/10/2023).
Effin juga menegaskan bahwa tata kelola BBL ini mengedepankan pengembangan pembudidayaan BBL baik melalui skema budi daya di dalam Wilayah Negara Indonesia maupun di luar Wilayah Negara Indonesia. Adapun terkait dengan pembudidayaan BBL yang dilakukan di luar wilayah negara Indonesia, Effin menjelaskan bahwa hal tersebut dilaksanakan dengan skema investasi yang mengharuskan investor melakukan pembudidayaan di Indonesia.
Selain itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seperti: adanya perjanjian antar pemerintah dengan pemerintah negara asal investor, kewajiban membentuk Perusahaan Terbatas berbadan hukum Indonesia, bekerja sama dengan BLU Perikanan Budi Daya dan memperoleh BBL dari BLU serta melaksanakan kewajiban pelepasliaran BBL sebanyak dua persen setiap panen.
Baca juga: Aksi Jemput Bola KKP Mampu Geliatkan Iklim Usaha Sektor Kelautan dan Perikanan
“Dalam pengaturan investasi budi daya BBL ini ada prosedur yang ketat yang tujuannya adalah untuk proses alih teknologi sehingga budidaya dalam negeri semakin berkembang”, ujar Effin.
Hal senada disampaikan oleh Aris Budiarto yang mewakili Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan. Aris menyampaikan bahwa untuk mendorong penangkapan BBL harus dilakukan secara berkelanjutan. Oleh sebab itu, KKP saat ini sedang melakukan kajian bersama dengan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (KOMNAS KAJISKAN) untuk menentukan Potensi sumber daya ikan yang tersedia dan JTB dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan yang akan dijadikan dasar dalam penetapan kuota penangkapan BBL
“Saat ini kami sedang melaksanakan kajian bersama dengan KOMNAS KAJISKAN untuk penentuan kuota penangkapan BBL tersebut”, ujar Aris
Sedangkan Direktur Pakan dan Obat Ikan, Ujang Komaruddin menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan budi daya BBL ini. Selain lahan yang luas, keberadaan BBL ini juga melimpah di perairan Indonesia. Ujang mengajak kepada semua stakeholder untuk mengembangkan teknologi pembesaran dan pembenihan serta sarana dan prasarana budi daya lobster.
“Potensi budi daya lobster ini menyebar luas dari Sabang sampai Merauke. Kami juga memiliki 6 (enam) UPT yang secara khusus ditugaskan untuk pengembangan budi daya termasuk lobster”, kata Ujang.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya, Gemi Triastuti menyampaikan bahwa konsultasi publik yang dilakukan KKP ini merupakan upaya untuk menghimpun masukan dan saran dari para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk penyempurnaan regulasi pengelolaan Benih Bening Lobster, Kepiting, dan Rajungan.
Baca juga: Kembangkan Hilirisasi Rumput Laut, KKP Dirikan Kampung Budi Daya di Wakatobi
“Kami sangat menghargai adanya peran serta dari akademisi, pelaku usaha, dan para pemangku kepentingan dalam penyempurnaan rancangan peraturan menteri ini", ujar Gemi.
Sebagai informasi, KKP melaksanakan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Penangkapan, Pembudidayaan, dan Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Lombok pada Jumat (13/10). Konsultasi Publik kedua ini dihadiri oleh berbagai stakeholder terkait termasuk Pemerintah Daerah, Asosiasi Pembudidaya, Asosiasi Nelayan Penangkap, dan akademisi. Konsultasi publik yang pertama dilaksanakan pada bulan September lalu (29/9) di Sukabumi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.