Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Politik Sebut Aksi Protes Mahasiswa di Yogya Bentuk Koreksi Perilaku Elite

Analis politik dari Universitas Krisnadwipayana, Ade Reza Hariyadi angkat bicara terkai aksi protes sejumlah elemen mahasiswa di Yogyakarta.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Pengamat Politik Sebut Aksi Protes Mahasiswa di Yogya Bentuk Koreksi Perilaku Elite
istimewa
Ilustrasi unjuk rasa mahasiswa. 

Namun, ia pesimistis gelombang protes bakal membesar.

Pasalnya, isu politik dinasti Jokowi dan skandal putusan MK merupakan konsumsi elite yang tidak terkait langsung dengan kehidupan masyarakat.

Untuk menjaga nafas gerakan, Ade menyarankan agar kelompok mahasiswa berkolaborasi dengan kaum buruh.

Saat ini, serikat-serikat buruh sedang resah dengan aturan kenaikan upah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

PP itu dianggap tak mengakomodasi kepentingan kaum buruh.

Pasalnya, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang dimandatkan PP itu jauh dari ekspektasi kaum buruh, yakni kisaran 5-8 persen. Serikat buruh sebelumnya ingin agar upah buruh naik sekitar 15%.

"Sejauh ini, gerakan ini masih sangat parsial. Kalau (keresahan kaum buruh) ini bisa direspons dan diakselerasi kelompok-kelompok mahasiswa di berbagai wilayah, maka ini bisa jadi salah satu faktor akselerasi gerakan yang lebih besar," ucap Ade.

Berita Rekomendasi

Dilaporkan, ribuan mahasiswa dari 35 kampus di Yogya turun ke jalan dalam aksi protes tersebut. Khusus di kawasan Tugu Yogyakarta, sebagian mahasiswa terlihat menggelar aksi unjuk rasa dengan mengenakan topeng Guy Fawkes atau topeng kelompok anonimus.

Koordinator mahasiswa dalam aksi di Tugu Yogyakarta, Ahmad Kholil menyebut penggunaan topeng anonimus merupakan simbolisasi perlawanan terhadap elite politik yang antidemokrasi.

Selain putusan MK, Kholil memaparkan sejumlah dosa elite politik yang perlahan-lahan membunuh demokrasi, mulai dari pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja.

"Pemerintah tidak pernah merespons aksi mahasiswa dan masyarakat. Omnibus Law bagi kami melanggar konstitusi. Pelemahan KPK melanggar konstitusi dan putusan MK terkait batas usia itu juga melanggar konstitusi," ujar mahasiswa Universitas Gadjah Mada itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas