Didakwa Terima Gratifikasi, Sekretaris Nonaktif MA Hasbi Hasan Tak Ajukan Eksepsi
Hasan Hasbi memilih tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan yang menjadi hak setiap terdakwa.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penutut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendakwa Sekretaris Mahkamah Agung Nonaktif, Hasbi Hasan terkait tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dan gratifikasi.
Atas dakwaan tersebut, dia memilih tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan yang menjadi hak setiap terdakwa.
Hal itu disampaikan melalui tim penasihat hukumnya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2023).
Baca juga: Hasbi Hasan Disewakan Aparthotel Berbulan-bulan Sebagai Upah Kondisikan Perkara di Mahkamah Agung
"Kami sudah bicara bahwa kami tidak akan mengajukan eksepsi meskipun ya surat dakwaan kita sudah dengar ada hal-hal yang menurut kami agak enggak pas dan enggak kena," ujar penasihat hukum Hasbi, Maqdir Ismail.
Dengan percaya diri, pihaknya menghendaki agar persidangan selanjutnya langsung diagendakan pemeriksaan saksi-saksi.
Bahkan tim penasihat hukum Hasbi Hasan meminta agar pemeriksaan saksi dipercepat, yakni dua kali seminggu.
"Kami berharap bahwa persidangan akan dilakukan secara cepat. Kalau perlu Yang Mulia, kami usulkan supaya pemeriksaan terhadap perkara ini dilakukan dalam persidangan seminggu dua kali," kata Maqdir Ismail.
Secara teknis, tim JPU sempat meminta agar pemeriksaan saksi ke depannya digabung dengan Dadan Tri Yudianto, kawan Hasbi Hasan yang menjadi terdakwa pada perkara split.
Permintaan itu disebut jaksa berkaitan dengan efisiensi pembuktian perkara.
Namun permintaan itu ditolak oleh tim penasihat hukum Hasbi Hasan.
Alasannya, pihak Hasbi Hasan tak tahu perkembangan perkara kawan kliennya itu.
Baca juga: KPK Buru Dugaan Pencucian Uang di Kasus Sekretaris Nonaktif MA Hasbi Hasan
"Kami khawatir nanti kalau andai kata ada saksi-saksi yang sudah diperiksa dalam perkaranya Dadan kan tidak juga mungkin tidak diperiksa dalam perkara ini, sehingga untuk sementara Yang Mulia, kami menghendaki supaya dipisah terlebih dahulu," ujar Maqdir.
Dari perbedaan pendapat terkait teknis persidangan itu, Majelis Hakim masih menimbang-nimbang.
Namun yang pasti, perkara Hasbi Hasan ini akan lanjut disidangkan pada pekan depan, Selasa (12/12/2023).
"Untuk persidangan hari ini kita tunda ke Hari Selasa di tanggal 12 Desember 2023 dengan agendanya pembuktian dari penuntut umum," ujar Hakim Ketua, Toni Irfan.
Adapun dalam perkara ini, Hasbi Hasan telah didakwa menerima Rp 11,2 miliar terkait pengurusan perkara.
Uang Rp 11,2 miliar diterima Hasbi dari pihak berperkara, Heryanto Tanaka melalui temannya, Dadan Tri Yudianto yang merupakan mantan Komisaris Independen PT Wika Beton.
Dalam hal ini, Heryanto Tanaka merupakan Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Berdasarkan dakwaan, jaksa menyebut bahwa uang Rp 11,2 miliar dimaksudkan agar perkara kasasi pidana Nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman dikabulkan oleh Hakim Agung yang memeriksa dan mengadili perkaranya.
Baca juga: KPK Bakal Dakwa Sekretaris Nonaktif MA Hasbi Hasan Terima Uang Korupsi untuk Pelesiran
Pada Pengadilan Negeri Semarang sebelumnya, Budiman divonis bebas. Namun di tingkat kasasi, atas pengaruh Hasbi Hasan, Budiman divonis pidana 5 tahun penjara.
Kemudian uang Rp 11,2 miliar juga disebut jaksa berkaitan dengan upaya pengurusan perkara kepailitan KSP Intidana di Mahkamah Agung RI untuk kepentingan Heryanto Tanaka.
"Diketahui atau patut diduga pemberian hadiah atau janji tersebut diberikan agar menggerakkan Terdakwa bersama-sama dengan Dadan Tri Yudianto mengupayakan pengurusan perkara kasasi pidana Nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman dikabulkan oleh Hakim Agung yang memeriksa dan mengadili perkaranya," ujar jaksa penuntut umum.
"Serta perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung RI untuk kepentingan Heryanto Tanaka," kata jaksa lagi.
Selain itu, dia juga didakwa menerima gratifikasi berupa fasilitas hingga senilai Rp 630,8 juta.
Di antaranya, terdapat fasilitas perjalanan wisata mengelilingi Bali menggunakan helikopter alias flight heli tour menggunakan Helikopter Belt 505 dengan Register PK WSU.
Fasilitas itu dinikmatinya pada awal 2022 dari Devi Herlina, Notaris Rekanan CV Urban Beauty/ MS Glow senilai Rp 7,5 juta.
Dalam dakwaannya, jaksa mengungkapkan bahwa Hasbi Hasan menikmati fasilitas flight heli tour itu bersama artis jebolan ajang pencarian bakat, Windy Idol.
Bersama dengannya saat itu, ada pula kakaknya Windy, Rinaldo Septariando dan seseorang bernama Betty Fitriana.
Selain flight heli tour, Hasbi Hasan juga didakwa menerima fasilitas berupa kamar di apartemen mewah Fraser Residence, Menteng, Jakarta Pusat senilai Rp 120 juta.
Kamar apartemen itu diperolehnya dari Direktur Utama PT Wahana Adyawarna, Menas Erwin Djohansyah.
Baca juga: Jaksa KPK Dakwa Dadan Tri Terima Suap Rp11,2 Miliar Bersama Hasbi Hasan
Kemudian ada pula empat unit kamar di dua hotel mewah di Menteng, Jakarta Pusat, yakni: dua kamar The Hermitage Hotel senilai Rp 240,5 juta dan dua kamar tipe executive suite di Novotel Jakarta senilai Rp 162,7 juta.
Sewa kamar di kedua hotel itu sama-sama difasilitasi oleh Direktur Utama PT Wahana Adyawarna, Menas Erwin Djohansyah.
Menurut jaksa, seluruh pemberian dari Menas berkaitan dengan pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
"Dari Menas Erwin Djohansyah selaku Direktur Utama PT Wahana Adyawarna terkait pengurusan perkara-perkara yang sedang berproses di Mahkamah Agung RI," katanya.
Selain itu, Hasbi juga didakwa menerima uang tunai Rp 100 juta dari Yudi Noviandri yang pada Februari 2021 menjabat Ketua Pengadilan Negeri Pangkalan Balai, Sumatra Selatan.
Pemberian tersebut dimaksudkan sebagai pelicin anggaran pembangunan Gedung Pengadilan Negeri Pangkalan Balai melalui Hasbi Hasan yang memiliki kewenangan dalam penganggaran di lingkungan Mahkamah Agung.
Atas perbuatannya itu, Hasbi Hasan dijerat dakwaan pertama: Pasal 12 huruf a subsidair Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dakwaan kedua: Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.