Surya Paloh: RUU DKJ Cederai Semangat Demokrasi dan Otonomi Daerah
RUU DKJ berpotensi mencederai demokrasi warga Jakarta sebab, dalam poinnya mengatur gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Perintah itu didasari kata Surya Paloh, setelah pihaknya memerhatikan dengan seksama rumusan RUU DKJ, masukan berbagai pakar dan ahli, serta aspirasi publik secara umum,
"Memerintahkan Fraksi Partai NasDem untuk menolak RUU DKJ sepanjang klausul mekanisme pemilihan Gububernur DKJ diserahkan langsung kepada pejabat Presiden," kata dia.
Sebab kata Paloh, Pilkada merupakan satu mekanisme yang dibangun demi termanifestasikannya demokrasi dalam kehidupan politik kita.
"Maka tidak sepatutnya praktik politik yang menjadi amanat Reformasi '98 ini diubah dengan semena-mena," tutur dia.
Lebih lanjut, Surya Paloh juga menilai bahwa setiap daerah memiliki kekhasan dan keistimewaan yang sudah berjalan selama ini.
Bagi Jakarta, kekhasan itu terdapat pada pemilihan kepala daerahnya, dimana untuk gubenur dan wakil gubernur menjadi hak rakyat untuk memilih dalam pilkada.
Sementara, untuk seluruh wali kota dipilih atau ditunjuk oleh gubernur terpilih. Keadaan demokrasi itu yang menurut Paloh menjadi kekhasan Jakarta.
"Selama ini, posisi gubernur Kota Jakarta serta pemilihan anggota DPRD- nya dilaksanakan melalui mekanisme demokrasi, yakni pilkada," kata dia.
"Adapun posisi walikota dan bupati, dipilih dan ditetapkan oleh gubernur terpilih. Inilah kekhasan yang dimiliki oleh Kota Jakarta selama ini merujuk pada kenyataan wilayah, politik, dan kebutuhan faktualnya sebagai kota terbesar di Tanah Air," tukas Paloh.