Dewas KPK Kirim Salinan Putusan Sanksi Etik Firli Bahuri ke Jokowi
Dewas KPK mengirimkan salinan putusan sanksi etik Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengirimkan salinan putusan sanksi etik Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Firli Bahuri telah dijatuhi sanksi etik berat oleh Dewas KPK.
Purnawirawan jenderal bintang tiga polisi itu diminta mundur dari jabatan pimpinan KPK.
"Ke Presiden sudah dikirim petikan putusannya," ujar anggota Dewas KPK Albertina Ho kepada wartawan, Kamis (28/12/2023).
Baca juga: Dewas KPK Ungkap Harta Firli Bahuri yang Tak Ada di LHKPN, Beli Tanah dan Apartemen Pakai Nama Istri
Dewan Pengawas KPK menjatuhi sanksi etik terberat kepada Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri.
Yaitu Dewas KPK meminta Firli Bahuri mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pimpinan KPK.
Keputusan ini disampaikan Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang pembacaan putusan di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu 27 Desember.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," kata Tumpak, Rabu (27/12/2023).
Dewas KPK menyatakan Firli Bahuri terbukti melakukan pelanggaran etik berat atas sejumlah perbuatan.
Firli terbukti melakukan hubungan langsung atau tidak langsung dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang tengah beperkara di KPK.
Firli juga terbukti tidak jujur melaporkan harta kekayaannya serta menyewa rumah di Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan.
Dalam putusan ini, Dewas KPK mempertimbangkan sejumlah hal.
Dewas menilai tidak ada hal yang meringankan sanksi terhadap Firli.
Sementara untuk hal yang memberatkan, Dewas KPK menilai Firli tidak mengakui perbuatannya, tidak hadir dalam persidangan kode etik dan pedoman perilaku tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut, dan berusaha memperlembat jalannya persidangan.
"Sebagai ketua dan anggota KPK seharusnya menjadi contoh dalam mengimplementasikan kode etik, tetapi malah berperilaku sebaliknya. Terperiksa pernah dijatuhi sanksi kode etik," ujar Tumpak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.