Eks Kepala Bea Cukai Makassar Kongkalikong dengan 'Pengusaha Abu-abu' di Batam
Mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono disebut-sebut memiliki kedekatan dengan "pengusaha abu-abu" di Batam.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono disebut-sebut memiliki kedekatan dengan "pengusaha abu-abu" di Batam.
Andhi yang merupakan terdakwa kasus gratifikasi diduga membantu sosok pengusaha abu-abu yang bernama Sia Leng Salen untuk menyelundupkan beberapa komoditas.
Hal tersebut pertama kali terungkap saat jaksa penuntut umum mencecar saksi dari pihak swasta di persidangan Rabu (3/1/2024).
Baca juga: KPK Duga Eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono Beli Perhiasan Pakai Uang Gratifikasi
Awalnya, jaksa mempertanyakan mengenai transaksi keuangan Andhri Pramono sebagai Kepala Bea Cukai Makassar yang sengaja menggunakan nama orang lain. Termasuk di antaranya, Direktur PT Fachrindo Mega Sukses, Rony Faslah.
Rony yang duduk di kursi saksi kemudian mengungkapkan bahwa hal itu dilakukan atas perintah Andhi Pramono dan Sia Leng Salen.
"Sia Leng Salen itu pekerjaannya apa, sebutannya apa?" tanya jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
"Kalau kita di sana (Batam) itu pengusaha apa ya. Dia luar negeri usahanya. Pengusaha abu-abulah kalau kita di sana," kata Rony.
Rupanya, sosok Sia Leng Salen sudah meninggal pada tahun lalu.
"Sudah meninggal 2023. Bulannya enggak tahu. Stroke," kata Rony lagi.
Rony pun menjelaskan bahwa maksud istilah "pengusaha abu-abu" adalah seseorang yang kerap dihindari oleh pihak-pihak di kantor Bea Cukai Batam.
Alasannya, pengusaha tersebut sering melakukan kegiatan di wilayah abu-abu, yakni hal-hal di luar ketentuan seperti melakukan pembayaran pajak atau Cukai di bawah yang semestinya.
Baca juga: KPK Sita 3 Mobil Eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono
"Jadi, kalau Pak Sia Leng Salen ini kerja, masuk ke Batam, wah itu dia nyelundup," ungkap Rony Faslah.
Beberapa barang yang diselundupkan di antaranya sembako, minyak, dan rokok merek luar negeri.
Jaksa pun kemudian mengutip berita acara pemeriksaan (BAP) Rony Faslah mengenai hubungan Sia Leng Salen dengan Andhi Pramono. Kemudian Rony membenarkan apa yang dibacakan jaksa tersebut.
"Kemudian, selain itu sepengetahuan saya Andhi Pramono, Sia Leng Salen, dan mitra bisnisnya melakukan banyak usaha broker dan penghubung di sektor minyak dan rokok, yang sepemahaman saya juga banyak hal-hal yang bersifat rentan adanya penyimpangan," kata jaksa membacakan BAP Rony Faslah.
Dalam perkara ini, Andhi Pramono telah didakwa menerima uang gratifikasi senilai total Rp 58.974.116.189 (Rp 58 miliar) terkait pengurusan ekspor impor.
Dari penerimaan tersebut, di antaranya digunakan Andhi Pramono untuk membayar rumah sakit dan juga membayar biaya kuliah anaknya.
"22 Februari 2021 sejumlah Rp 50 juta untuk membayar biaya rumah sakit terdakwa. Pada sekitar tahun 2022 bertempat di restoran padang di daerah Jakarta Utara sejumlah Rp 50 juta untuk biaya kuliah anak terdakwa," kata jaksa penuntut umum saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Jaksa menyebut Andhi Pramono menerima gratifikasi dari sejumlah pihak sejak menjabat sebagai Kepala Seksi Penindakan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Riau dan Sumut pada 2009 hingga Kepala Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar 2023.
"Yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," kata jaksa.
Akibat perbuatannya, dia dijerat Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.