Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Tolak Permohonan Uji Formil UU Kesehatan dari IDI, Berikut Pertimbangan Hakim

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang tersebut.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in MK Tolak Permohonan Uji Formil UU Kesehatan dari IDI, Berikut Pertimbangan Hakim
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Massa pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Mereka menuntut DPR RI untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law saat Sidang Paripurna DPR RI karena dianggap akan merugikan tenaga kesehatan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -  Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang diajukan oleh Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) pada Kamis (29/2/2024).

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang tersebut.

Berikut pertimbangan hukum dari hakim MK yang dikutip dari website MK, Jumat (1/3/2024):

1. Pembatasan Kewenangan Legislasi DPD

Hakim Konstitusi Arsul Sani, mengatakan sejak awal desain kelembagaan DPD dalam menjalankan fungsi legislasi tidaklah penuh seperti halnya kekuasaan legislasi DPR.

Oleh karena itu, DPD tidak serta merta berwenang membahasnya, karena telah dibatasi oleh UUD 1945.

Berita Rekomendasi

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, UU Kesehatan sekalipun mengandung aspek daerah dan beririsan dengan pemerintah daerah, tidak serta merta dimaknai bahwa UU Kesehatan berkaitan langsung dengan otonomi daerah atau hubungan pusat dan daerah," ungkap Arsul.

Para Pemohon mendalilkan bahwa UU Kesehatan memiliki materi muatan yang berkaitan dengan pendidikan, sehingga seharusnya mendapat pertimbangan dari DPD.

Terhadap dalil demikian, Mahkamah berpendapat bahwa rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 tidaklah dapat begitu saja dimaknai jika sebuah undang-undang memiliki aspek dan beririsan dengan bidang pendidikan berarti langsung disebut sebagai rancangan undang-undang yang mengatur tentang pendidikan, seperti halnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Arsul melanjutkan meskipun UU Kesehatan mengandung aspek pendidikan di dalamnya tidaklah serta merta menjadi kewenangan DPD untuk memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undangnya.

Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), pembagian urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan untuk pengelolaan pendidikan tinggi merupakan kewenangan Pusat.

Sedangkan daerah provinsi mengelola pendidikan menengah dan pendidikan khusus, serta daerah kabupaten/kota berwenang mengelola pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini, dan pendidikan non-formal.

Selain itu Arsul juga mengatakan pada faktanya DPD tidak mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam perkara ini.

"Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, rancangan UU 17/2023 yang pembahasannya tidak melibatkan DPD dan tidak juga meminta pertimbangan DPenurut Mahkamah tidak membuat UU 17/2023 menjadi cacat formil sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon. Sehingga dalil permohonan a quo tidak beralasan menurut hukum,” jelas Arsul saat pembacaan hasil putusan sidang.

2. Teknis Penyusunan UU Kesehatan

Selain itu, pertimbangan MK juga disampaikan oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Ia menegaskan teknis penyusunan UU Kesehatan telah sesuai dengan Lampiran II UU 12/2011, yang sistematikanya terdiri atas bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, atau butir.

Bahkan menurut Mahkamah, struktur dan sistematika UU Kesehatan telah sesuai dengan kaidah pembentukan undang-undang yang baik dengan metode omnibus yang menerapkan struktur penomoran yang sistematis sehingga mudah dibaca dan dipahami oleh pengguna dan pemangku kepentingan UU Kesehatan.

Dengan demikian, dalil permohonan para Pemohon perihal UU Kesehatan cacat formil karena bentuk dan format yang tidak sesuai tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah tidak beralasan menurut hukum.

“Oleh karena itu, berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat, telah ternyata proses pembentukan UU 17/2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, UU 17/2023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, dalil-dalil para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” jelas Guntur.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas