BP2 Tipikor Minta Kejagung Periksa Semua Perusahaan yang Diduga Terlibat Kasus Korupsi Timah
Banyak pihak-pihak yang harus diperiksa pihak Kejagung dan jangan berhenti hanya memeriksa sekitar 6 perusahaan dan menetapkan 16 orang tersangka
Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) menggelar aksi damai di kantor Kejaksaan Agung, sekaligus menyampaikan laporan kepada Jampidsus Kejagung RI, atas dugaan tindak pidana penambangan timah ilegal di lahan konsesi PT Timah di Bangka Belitung (Babel) periode 2015-2022.
Ketua Badan Pemantau Dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (BP2 Tipikor), bidang anti korupsi di LAI, Agustinus Petrus Gultom SH mengatakan menyampaikan surat laporan atau pengaduan masyarakat kepada Jampidsus, dengan tembusan surat antara lain kepada Presiden, Jaksa Agung dan BPK, atas dugaan keterlibatan PT BIP dalam dalam kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk.
Menurut Agustinus, PT BIP juga salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Tin Smelter yang memproduksi Tin Ingot. Pemilik atau saham terbesar PT BUKIT TIMAH, yakni sebesar 75 persen, sedangkan saham sisanya di pegang oleh dua orang berinisial TK 15 persen dan ISK 10 persen.
“Disinyalir paling aktif melakukan penambangan timah ilegal di lahan konsesi PT Timah. Kuat dugaan karena luas wilayah IUP yang hanya 92, 10 hektare dan luas wilayah PT Bukit Timah hanya 18 hektar," kata dia, Jumat (20/4/2024).
Sementara itu, Tim Investigasi BP2 Tipikor - LAI, Randika Puri menyampaikan, pihaknya meyakini banyak pihak-pihak yang harus diperiksa pihak Kejagung dan jangan berhenti hanya memeriksa sekitar 6 perusahaan dan menetapkan 16 orang tersangka.
Baca juga: Sosok dan Peran B Jenderal Bintang 4 yang Terlibat Kasus Korupsi Timah Sebagai Bekingan Harvey Moeis
"Kami mendesak pihak Kejagung untuk memeriksa puluhan perusahaan lainnya serta instansi pemberi izin dan pengawas dari berbagai instansi terkait yang belum diperiksa," pinta dia.
Menurut dia, perusahaan tersebut diduga melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah menggunakan alat-alat berat, dengan berkedok tambang rakyat.
“Kejagung jangan tebang pilih dalam kasus ini. TK yang mengendalikan PT BIP, yang juga pemain tambang timah di Babel, patut untuk diperiksa termasuk harta kekayaannya. Dengan tidak diperiksanya puluhan perusahaan tambang di Babel termasuk pihak Kementerian maupun Dinas Lingkungan Hidup, Minerba, Ditjen Pajak, dan instansi terkait lainnya keseriusan Kejagung patut untuk dipertanyakan," jelas Randika.
Daftar Tersangka dan Nilai Kerugian Negara
Hingga kini sudah ada 16 tersangka dalam kasus korupsi timah ini.
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.
Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, BY; Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI; Suwito Gunawan (SG) alias Awi selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Gunawan alias MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Li; dan perwakilan PT RBT, Harvey Moeis.
Sedangkan dalam obstruction of justice (OOJ), Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.