KPAI: Anak Bermasalah Di Sekolah Tidak Boleh Di-DO, Harus Diedukasi Agar Berubah Lebih Baik
Komisioner Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama Dr Aris Adi Leksono MPd menyoroti aspek pemenuhan hak pendisikan anak.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama Dr Aris Adi Leksono MPd menyoroti aspek pemenuhan hak pendidikan anak.
Hal tersebut diungkapkan Aries bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh hari ini.
Menurut dia, saat ini masih ada anak yang dianggap bermasalah, berperilaku menyimpang, atau anak berhadapan dengan hukum dikeluarkan atau dropout (DO) dari satuan pendidikan tanpa alasan serta dilakukan pembinaan dan kesempatan untuk berubah lebih baik.
"Satuan pendidikan mengambil langkah dropout hanya karena ingin menjaga nama baik, serta menganggap membina anak berperilaku menyimpang adalah beban," kata Aris dalam keterangan yang diterima, Kamis (2/5/2024).
Padahal regulasi terkait pemenuhan hak pendidikan bagi anak-anak tersebut sudah sangat jelas.
Baca juga: Memperingati Hardiknas 2024, Puan Soroti Pentingnya Ekosistem Pendidikan demi Terciptanya SDM Unggul
Anak tidak boleh dikeluarkan, tapi harus melalui proses edukasi untuk berubah lebih baik.
Langkah melakukan dropout anak oleh satuan pendidikan akan menambah daftar Anak Putus Sekolah (APS).
Sehingga, akan berpengaruh terhadap capaian indeks pembangunan manusia Indonesia.
Data statistik pendidikan yang dirilis Kemendikbud menunjukkan tahun 2022/2023, masih ada 40,623 anak tingkat SD yang putus sekolah, tingkat SMP 13.716 anak putus sekolah, serta kemungkinan ada anak putus sekolah yang tidak terdata, terutama di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal.
Baca juga: Peringati Hardiknas 2024, Menag: Setiap Orang Berhak Mendapatkan Pendidikan
Untuk itu, semua pihak harus bergotong royong mengoptimalkan fungsi Tri Pusat Pendidikan dalam upaya memberikan perlindungan anak, baik pada aspek pemenuhan hak pendidikan anak, maupun dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan.
"Harapan ke depan tidak ada lagi anak dikeluarkan dari satuan pendidikan, tidak ada lagi anak putus sekolah, serta tidak ada lagi kekerasan anak pada lingkungan satuan pendidikan," kata dia.
Aris pun memberikan 11 rekomendasi untuk melindungi hak pendidikan anak dan mencegah terjadinya kekerasan pada anak di lingkungan pendidikan:
1. Pemerintah Pusat dan Daerah harus memastikan tidak ada lagi anak dikeluarkan atau di-dropout dari satuan pendidikan dalam situasi apapun, serta mengurangi anak putus sekolah karena sebab apapun.
2. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama RI, selain memberikan layanan pendidikan, perlu mengembangkan layanan perlindungan anak pada satuan pendidikan, sebagaimana mandat perundangan.
3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama RI, dalam penguatan layanan perlindungan anak pada satuan pendidikan perlu membentuk lembaga/struktur khusus di tingkat Pusat, Satuan Tugas Lintas Organisasi Pemerintah Daerah di tingkat Provinsi dan Kota/Kabupaten, hingga Tim Khusus pada tingkat Satuan Pendidikan.
4. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama RI perlu melakukan evaluasi kurikulum dan metodologi pembelajaran dengan menitikberatkan pada penguatan karakter, sikap spiritual dan sosial, penguatan kesehatan mental, berbasis disiplin positif yang terintegrasi dengan lingkungan keluarga dan masyarakat sesuai fase tumbuh kembang anak dan tantangan lingkungan.
5. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama RI meminta kepada Pemerintah Daerah secara berkala memberikan layanan tes kesehatan mental pada setiap satuan pendidikan secara gratis, yang hasilnya ditindaklanjuti bersama.
6. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama RI meminta kepada Pemerintah Daerah, menugaskan tenaga Psikolog dan Pekerja Sosial untuk secara berkala datang memberikan layanan pendampingan kepada satuan pendampingan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan anak pada satuan pendidikan.
7. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Kementerian Agama RI bersama Pemerintah Daerah perlu menambahkan jumlah guru Bimbingan Konseling (BK) pada setiap satuan pendidikan, serta membekali setiap tenaga pendidik dan kependidikan kompetensi dasar ke-BK-an.
8. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Kementerian Agama RI bersama Pemerintah Daerah secara masif memberikan pelatihan kepada Satgas dan Tim PPKSP terkait Konvensi Hak Anak, Satuan Pendidikan Ramah Anak, Disiplin Positif, kompetensi dasar konseling anak, kesehatan mental, serta bentuk program lain yang berdampak pada upgrading skill SDM yang terlibat pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan.
9. Secara berkala Pemerintah Daerah mendorong Satgas dan Tim PPKSP untuk melakukan monitoring dan evaluasi bersama, selanjutnya dilaporkan kepada pimpinan provinsi, pimpinan Kabupaten/Kota, hingga pusat untuk ditindaklanjuti perbaikan.
10.Kementerian Komunikasi dan Informatika segara membatasi tayangan media sosial atau lainya yang mengandung unsur kekerasan atau perilaku menyimpang lainnya, agar tidak berpengaruh negatif pada anak yang menonton.
11.Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memfasilitasi forum masyarakat, baik lintas komite sekolah atau lainnya untuk terlibat aktif dalam upaya pemenuhan hak anak, serta upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.