Menteri LHK Tegaskan Pengaturan Perdagangan Karbon Demi Jaga Kedaulatan Negara
Menteri LHK menambahkan, Indonesia dalam posisi menjaga kelestarian mandat Pasal 28 H dan mandat kemakmuran rakyat Pasal 33 UUD 1945.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Menteri LHK Tegaskan Pengaturan Perdagangan Karbon Demi Jaga Kedaulatan Negara
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, menegaskan pemerintah telah mengatur perdagangan karbon demi menjaga kedaulatan negara.
Selain itu aturan yang tegas diperlukan untuk menghindari adanya green washing serta 'karbon hantu'.
“Saya tegaskan bahwa informasi yang dipaparkan oleh Chairman of KADIN Netzero Hub pada forum bisnis mengenai perdagangan karbon, menggambarkan adanya penyesatan informasi yang cukup serius terhadap kondisi yang sebenarnya dalam upaya aksi iklim di Indonesia, termasuk dalam bagian insentif aksi iklim berkenaan dengan Nilai Eknomi Karbon,” kata Menteri Siti dalam keterangannya, Senin (6/5/2024).
Baca juga: Demi Ekonomi Berkelanjutan Penurunan Emisi Karbon di Indonesia Harus Terus Digenjot
Dalam forum bisnis KADIN yang digelar di Singapura itu disebutkan bahwa pemerintah tidak mendukung, tidak ada regulasi, dan kebijakan yang limbo atau tidak menentu.
Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, gambaran yang disampaikan ini sangat menyesatkan dari kondisi yang sesungguhnya sedang disiapkan Pemerintah RI dengan didasarkan pada UUD 1945 dan peraturan perundangan, serta berdasarkan regulasi menurut konvensi UNFCCC.
Diskursus yang dikembangkan dan materi dalam Forum Bisnis di Singapura tersebut, menurut Menteri LHK, jelas telah menegasikan upaya-upaya pemerintah dan pengaturan yang telah disiapkan.
"Informasi ini jelas menyesatkan. Konsekuensi lanjut dari penyesatan ini ialah ancaman kepada kedaulatan negara atas langkah-langkah yang diinginkannya untuk carbon offset hutan tanpa otoritas dan dengan land management agreement yang sesungguhnya akan mengganggu yurisdiksi negara," ujarnya.
Menteri LHK menambahkan, Indonesia dalam posisi menjaga kelestarian mandat Pasal 28 H dan mandat kemakmuran rakyat Pasal 33 UUD 1945.
Terlebih lagi apabila ditarik ke Pembukaan UUD 1945, maka mandat melindungi segenap tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa menjadi pijakan mendasar mengapa langkah-langkah mengelola karbon dan membentuk hasilnya harus dilakukan secara konstitusional, sistematis dan tidak sembrono.
"Tentu saja ada konvensi internasional dari COP ke COP UNFCCC yang harus dihormati dan juga menjadi panduan, sebagaimana tersirat disitu adanya peran Negara RI untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, sesuai mandat Pembukaan UUD 1945. Dengan dinamika dan kondisi tersebut, regulasi dan rule base perdagangan karbon dikembangkan di Indonesia,” ucapnya.
Terkait dengan hal ini, Menteri LHK Siti Nurbaya menjelaskan, faktor penting dalam hal perdagangan karbon secara internasional adalah integritas lingkungan yang harus dijaga dari nilai karbon yang diperdagangkan.
Faktor-faktor untuk nilai integritas lingkungan dimaksud, yakni dalam proses inventarisasi dan pengukuran emisi GRK meliputi kriteria: transparansi, akurasi, konsistensi, lengkap, dan komparabel (Transparent, Accurate, Consistent, Complete, and Comparable/TACCC).
Mengenai regulasi perdagangan karbon, Menteri Siti menjelaskan, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 telah mengatur tentang Nilai Ekonomi Karbon dan tata cara teknisnya juga telah diatur dalam aturan pelaksanaan dengan Peraturan Menteri LHK.
Dalam Perpres 98 telah diatur tata cara perdagangan karbon baik untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.
Skema-skema perdagangan itu mencakup cap and trade, carbon offset, perdagangan emisi, result based payment serta pungutan atas karbon (tentang pungutan atau pajak karbon belum diatur secara rinci).
Sedangkan skema karbon offset, perdagangan emisi serta result based payment telah diatur dan diantaranya sudah beroperasi dan telah ada kinerja yang dihasilkan.
“Tidak boleh ada penyimpangan dari original intention tentang pengaturan nilai ekonomi karbon atas upaya bersama dalam kerja-kerja penurunan emisi karbon Indonesia, yaitu guna memenuhi komitmen Negara RI kepada masyarakat global, berupa penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui penetapan NDC, serta tentu saja ada nilai insentif yang bisa diterima oleh semua stakeholder penyelenggara penurunan emisi karbon,” pungkasnya.