Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi I DPR Sebut Tayangan Jurnalistik Investigasi Dibutuhkan, Tapi Perlu Ada Pembatasan

Legislator PKS itu mengatakan berpendapat bahwa tayangan investigasi memang diperlukan untuk masyarakat banyak. 

Penulis: Reza Deni
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Komisi I DPR Sebut Tayangan Jurnalistik Investigasi Dibutuhkan, Tapi Perlu Ada Pembatasan
Tribunnews.com/ Mafani Fidesya Hutauruk
Anggota DPR RI Komisi I Sukamta. Sukamta menjelaskan latar belakang pengaturan soal larangan penayangan jurnalistik investigasi dalam draf terbaru Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran 

Pada pasal 25 ayat 1q disebutkan wewenang menangani sengketa jurnalistik hanya oleh KPI. Padahal.selama ini kasus sengketa jurnalistik di penyiaran selalu ditangani oleh Dewan Pers.

"Penyiaran mempunyai tujuan mengambil alih wewenang Dewan Pers dan akan membuat rumit sengketa jurnalistik,” kata Pengurus Nasional AJI Indonesia Bayu Wardhana.

Selain itu, pada pasal 56 ayat 2 juga terkandung larangan atas penayangan eksklusif jurnalistik investigasi (huruf c). Klausul ini dinilai dapat mengancam kebebasan pers.

“Pasal ini membingungkan. Mengapa ada larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi? Tersirat ini membatasi agar karya jurnalistik investigasi tidak boleh ditayangkan di penyiaran. Sebuah upaya pembungkaman pers sangat nyata,”ucap Bayu Wardhana.

Pihaknya berharap RUU perlu dibahas ulang dengan partisipasi yang lebih luas.

Serta pasal yang mengancam kebebasan pers pun perlu segera dicabut.

“Pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers harus dihapus dari draft RUU ini. Jika hendak mengatur karya jurnalistik di penyiaran, sebaiknya merujuk pada UU Pers no 40/1999. Pada konsideran draft RUU ini sama sekali tidak mencantumkan UU Pers, “ kata Bayu Wardhana.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas