Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pihak KPK Tuding Jusuf Kalla Membangun Opini saat Jadi Saksi Meringankan Karen Agustiawan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan agar tidak sembarangan membangun opini.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Pihak KPK Tuding Jusuf Kalla Membangun Opini saat Jadi Saksi Meringankan Karen Agustiawan
Tribunnews/JEPRIMA
Wakil presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) meninggalkan ruangan sidang usai menjadi saksi meringankan untuk kasus korupsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/5/2024). JK hadir di sidang kasus korupsi Karen sebagai saksi a de charge atau saksi yang meringankan. Saksi a de charge biasanya diajukan oleh terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan atas dakwaan yang ditujukan pada dirinya. Sebelumnya, Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina pada 2011 - 2014. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), merasa bingung karena eks Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan menjadi terdakwa.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan agar tidak sembarangan membangun opini.

Baca juga: 5 Fakta JK Jadi Saksi Karen Agustiawan: Singgung Jokowi, Bingung Eks Dirut Pertamina Jadi Terdakwa

"Tunggu saja persidangannya sampai selesai, tidak boleh membangun opini di luar persidangan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (17/5/2024).

Ali memastikan, dalam memproses hukum seseorang, mulai dari penetapan tersangka hingga membawanya ke persidangan, KPK telah mengantongi bukti yang cukup.

Baca juga: JK Sebut Petinggi BUMN Tak Boleh Dihukum Hanya karena Merugi: Kalau Rugi Harus Dihukum, Ini Bahaya

Lembaga antirasuah itu meyakini tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) bisa membuktikan perbuatan korupsi yang dilakukan Karen Agustiawan. Sehingga majelis hakim akan memutus bersalah Karen.

"Kami sangat yakin jaksa KPK dapat buktikan semua dugaan perbuatan terdakwa dan gilirannya akan dinyatakan bersalah oleh majelis hakim," tandas Ali.

Berita Rekomendasi

Diberitakan, JK menjadi saksi meringankan atau a de charge bagi terdakwa Karen Agustiawan pada Kamis (16/5/2024).

Karen merupakan terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan proyek gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) periode 2011-2021.

Mulanya majelis hakim bertanya kepada JK kenapa Karen Agustiawan bisa duduk di kursi terdakwa.

"Sebabnya terdakwa [Karen Agustiawan]>duduk di sini tahu saudara? Kenapa?" tanya hakim kepada JK saat persidangan, Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

"Saya juga bingung kenapa menjadi terdakwa," jawab JK.

Baca juga: Bersaksi di Kasus Korupsi Eks Dirut Pertamina, JK Singgung Kebijakan Jokowi Terkait Impor Energi

Lalu terdengar suara hakim tertawa mendengar pernyataan JK tersebut.

"Bingung karena terdakwa menjalankan tugasnya," lanjut JK.

"Ini kan berdasarkan instruksi kata keterangan bapak tadi," kata hakim.

"Iya, instruksi," jawab JK.

"Instruksi dari Presiden Nomor 1 ditunjukkan kepada Pertamina. Itu yang saya kejar apa instruksinya," kata hakim.

"Instruksi itu harus di atas 30 persen. Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan masih di pemerintahan waktu itu," ucap JK.

"Jadi bapak tidak tahu bahwa Pertamina itu merugi atau untung? Tidak tahu?" tanya hakim.

"Tidak," jawab JK.

JK kemudian turut mengungkit soal untung-rugi sebagai hal yang biasa dalam bisnis.

Karena itulah dia menilai bahwa kerugian yang dialami Pertamina tak bisa menjerat Karen secara pidana.

Baca juga: JK Sebut Petinggi BUMN Tak Boleh Dihukum Hanya karena Merugi: Kalau Rugi Harus Dihukum, Ini Bahaya

"Kalau suatu kebijakan bisnis langkah bisnis, cuma ada dua kemungkinannya dia untung atau rugi. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum maka seluruh BUMN Karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau suatu perusahaan rugi harus dihukum," ujar JK yang duduk di kursi saksi.

Saat ditemui awak media di luar persidangan, JK juga kembali menekankan bahwa untung-rugi dalam dunia bisnis merupakan hal biasa.

"Biasa saja. Kalau semua harus untung ya bukan bisnis namanya," kata JK di depan Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Terlebih jika seorang dirut perusahaan negara melangkah berdasarkan kebijakan-kebijakan pemerintah, maka menurut JK tak semestinya dijerat pidana.

Menurut JK, kerugian yang dialami Pertamina sebagaimana yang didakwakan jaksa KPK hanyalah murni proses bisnis.

"Ya murni proses bisnis dan intinya covid. Kalau pimpinan atau dirut membuat kebijakan, itu mestinya selama tidak menguntungkan dia sendiri, itu bukan kriminal. Itu kebijakan," ujar JK.

Adapun dalam perkara ini, Karen didakwa melakukan korupsi terkait LNG. 

Jaksa mendakwa perbuatan Karen itu merugikan keuangan negara sebesar 113,8 juta dolar AS atau Rp1,77 triliun.

Dalam dakwaan, Karen Agustiawan disebut melakukan perbuatan itu bersama Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas & Power Pertamina Tahun 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas PT Pertamina tahun 2012-2014.

Atas perbuatannya, Karen disebut memperkaya diri sendiri sebesar Rp1.091.280.281,81 dan 104.016,65 dolar AS atau setara Rp1,6 miliar. Serta memperkaya korporasi Corpus Christi Liquefaction, tetapi belum diketahui nilainya.

Karen Agustiawan dkk dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas