Tolak Presiden Dipilih MPR, Pakar Hukum Tata Negara: Korupsi Jauh Lebih Berbahaya
Feri mengatakan, pemilihan melalui MPR tidak berarti meminimalisir praktik korupsi. Bahkan, suap-menyuap disebut akan lebih parah.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari menolak wacana amendemen UUD 1945 untuk mengembalikan pemilihan presiden (Pilpres) melalui MPR RI.
Feri mengatakan, pemilihan melalui MPR tidak berarti meminimalisir praktik korupsi. Bahkan, suap-menyuap disebut akan lebih parah.
Baca juga: PKS Tolak Usulan Amien Rais soal Presiden Dipilih MPR: Bukan Begitu Caranya
"Suap menyuapnya bahkan jauh lebih serius itu. Karena basisnya menghitung jumlah anggota MPR," kata Feri kepada Tribunnews.com, Jumat (7/6/2024).
"Jadi ya bukan tidak mungkin terjadi korupsi-korupsi yang jauh lebih berbahaya," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Surya Paloh Minta Jangan Main-main soal Wacana Presiden Kembali Dipilih MPR RI
Dia menjelaskan, pemilihan langsung memang perlu pengawasan masyarakat agar tidak terjadi praktik politik uang.
Feri menegaskan, perjuangan agar pemilihan dilakukan oleh rakyat ketika masa reformasi bukanlah tuntutan Amien Rais sendiri.
"Amien Rais itu cuman debuan dari gemuruh reformasi yang sangat besar. Jadi jangan Amien Rais merasa itu pilihannya sendiri, itu pilihan dan tuntutan reformasi," ungkapnya.
Sebelumnya, Amien Rais mengaku setuju jika sistem pemilihan presiden dikembalikan ke MPR seperti sebelum era reformasi.
Hal itu ia sampaikan usai bersilaturahim dengan pimpinan MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Amien mengaku naif ketika dulu mengubah sistem pemilihan presiden dari tidak langsung menjadi langsung, dengan harapan dapat menekan terjadinya politik uang.
Baca juga: Muncul Wacana Presiden Dipilih MPR, Anggota DPR: Ciptakan Ketidakstabilan dan Polarisasi Politik
"Jadi mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif," kata Amien.
"Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah itu," lanjutnya.
Amien pun sepakat bila UUD 1945 kembali diamendemen untuk mengubah aturan pemilihan presiden.
"Itu (politik menyogok) luar biasa. Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?" jelasnya.