Saksi Meringankan SYL: Pak Syahrul Tidak Main-main Proyek
Di persidangan ini, Fauzi sebagai mantan anak buah membeberkan perilaku SYL yang katanya anti terhadap bagi-bagi proyek.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) mulai menghadirkan saksi-saksi a de charge atau yang meringankan bagi para terdakwa.
Kali ini, Senin (10/6/2024) giliran terdakwa eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) menghadirkan saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Baca juga: Bukan Jokowi atau JK, Ini Sosok yang Bersedia Jadi Saksi Meringankan SYL di Pengadilan Tipikor
SYL membawa dua saksi, di antaranya mantan anak buahnya, Abdul Malik Faizal sebagai Staf Ahli Gubernur Sulawesi Selatan Bidang Pemerintahan Subbidang Hukum.
SYL diketahui memang pernah menjadi gubernur di provinsi yang ibu kotanya berlokasi di Makassar itu.
Di persidangan ini, Fauzi sebagai mantan anak buah membeberkan perilaku SYL yang katanya anti terhadap bagi-bagi proyek.
Baca juga: Saksi Meringankan Ungkap Pernah Diizinkan oleh SYL 6 Bulan Tak Masuk Kerja, Ini Alasannya
"Pak Syahrul ini tidak main-main proyek, tidak ada temennnya yang paling dia marah kalau masalah proyek sampe di provinsi," ujar Fauzi yang duduk di kursi saksi.
Bahkan menurut Fauzi, SYL pernah sampai dimarahi saudaranya karena tak memberi proyek.
Tak dibeberkan secara gamblang identitas dari saudara SYL yang meminta proyek itu.
Namun Fauzi mengungkapkan bahwa saudara SYL tersebut seorang Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Sampai saudaranya sendiri yang pada saat itu Anggota DPR marah. Dia bilang 'Kenapa saya dilarang dapat proyek di Gowa. Saya ini juga pengusaha meskipun saya Anggota DPR,'" cerita Fauzi.
Selain proyek, menurut Fauzi, SYL juga kerap menghindari pembicaraan soal uang saat menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan.
Kata mantan anak buahnya ini pula, SYL saat bertugas sebagai gubernur menghabiskan 80 persen waktunya di lapangan ketimbang kantor.
"Pak Syahrul itu kalau saya lihat bekerja 80 persen di lapangan cuma 20 persen di kantor. Semua kecamatan didatangi dan tidak permah bicara soal uang,' ujar Fauzi.
Sebagai informasi, SYL dalam perkara ini telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.
Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.
Baca juga: SYL Siap-siap Gigit Jari, Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla Ogah Jadi Saksi Meringankan di Persidangan
"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.
Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.