Andy Nababan Ungkap 3 Kejanggalan di Kasus Timah, Apakah Kerugian Lingkungan Tindak Pidana Korupsi?
Kasus ini heboh karena pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin mengenai kerugian negara dari kasus ini yang mencapai angka fantastis Rp 300 triliun.
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 mengatur bahwa kekayaan negara dalam BUMN dapat dijadikan penyertaan modal untuk mendirikan anak perusahaan, sehingga aktiva anak perusahaan menjadi kekayaan mandiri dari anak perusahaan tersebut.
"Dengan demikian, PT Timah, sebagai anak perusahaan BUMN, tidak dapat dikenai Tindak Pidana Korupsi secara langsung karena kerugian yang terjadi pada PT Timah bukanlah kerugian negara."
Terkait dengan kerugian lingkungan, apakah merupakan tindak pidana korupsi?
Kerugian lingkungan, menurut Andi, tidak dapat langsung dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Kerugian lingkungan lebih tepat diatur dan dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Kasus kerugian lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan PT Timah tidak dapat dilihat hanya dalam konteks peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
"Tindakan yang menyebabkan kerugian lingkungan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tetapi tidak dapat dijadikan satu-satunya alat hukum untuk mengukur kasus ini."
Sebab, sambungnya, tidak relevan jika melihat dari dasar hukum PT Timah sebagai Anak Perusahaan BUMN yang selama ini sudah digoreng dengan Publikasi yang sangat mengebohkan publik dengan besaran angka tuntutan oleh Kejagung terhadap PT Timah.
Namun, sambung Andy, di balik angka yang fantastis ini, ada pertanyaan besar yang perlu dijawab:
"Apakah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang cukup terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT Timah dan perusahaan-perusahaan rekanannya?" katanya.
"Berdasarkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada, jelas bahwa Kementerian Lingkungan Hidup memiliki peran kunci dalam menangani isu ini."
Andy mengatakan, menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi lingkungan dari kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia, termasuk kegiatan pertambangan.
Ia menyebut sejumlah aturan:
- Pasal 87 ayat (1) menyatakan bahwa penanggung jawab usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum berupa pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
- Pasal 94 hingga Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur tentang penegakan hukum lingkungan, termasuk kewajiban pemerintah untuk melakukan pengawasan, pemberian sanksi administratif, hingga tindakan penegakan hukum pidana terhadap pelaku perusakan lingkungan, Memberikan mandat kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas yang berdampak pada lingkungan.
- Pasal 95 menyatakan bahwa Menteri Lingkungan Hidup bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan nasional dan mengkoordinasikan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta memastikan bahwa segala aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kementerian Lingkungan Hidup harus membuka hasil investigasi terhadap tindakan yang telah diambil oleh oleh para ahli dan Kejagung dengan pemaparan Perhitungan kerugian negara yang menjelaskan dasar hukum dan metodenya secara detail kepada publik," katanya.