KPK Diminta Menyelidiki Kasus Dugaan Selisih Harga dalam Impor Beras
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta dapat segera menyelidiki kasus dugaan selisih harga dalam impor beras.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta dapat segera menyelidiki kasus dugaan selisih harga dalam impor beras.
Kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini diduga mencapai Rp8,5 triliun dalam dua tahun terakhir.
“Total impor beras tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton, dan Januari-April 2024 sudah mencapai 1,77 juta ton. Total 4,83 juta ton. Kalau modus mark up sebesar USD117 dolar per ton ini terjadi sejak tahun 2023, maka kerugian negara mencapai USD565 juta dolar, atau sekitar Rp8,5 triliun,” kata Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Anthony menegaskan realisasi harga impor beras Indonesia yang mencapai USD655 dolar per ton secara nyata sangat ketinggian. Hal ini yang akan menimbulkan kerugian keuangan negara dan bisa masuk tindak pidana korupsi.
“Oleh karena itu, KPK harus menyidik semua pihak sampai tuntas, sampai ke pihak yang paling bertanggung jawab. Siapa saja penikmat kerugian negara atas impor beras tersebut," papar Anthony.
Anthony menepis bantahan Perum Bulog soal adanya penggelembungan harga impor beras ini.
Anthony heran dengan klaim Bulog yang menyebut perusahaan Vietnam tidak pernah menyampaikan penawaran.
Perkara ini telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Studi Demokrasi Rakyat (SDR).
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menjadi terlapor dalam perkara ini.
Bulog Bantah Isu Gelembungkan Harga Impor Beras
Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto membantah isu penggelembungan harga impor beras yang kini tengah menyeret perusahaan pelat merah tersebut.
Menurutnya, perusahaan asal Vietnam, Tan Long Vietnam, yang disebut jadi distributor impor beras ke Bulog, justru tak memiliki kontrak apapun dengan BUMN pangan itu di 2024 ini.
Maka, mustahil jika ada penggelembungan harga antarkedua belah pihak.
"Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini," ucap Mokhamad Suyamto dalam keterangan tertulis, baru-baru ini.
Hal sama juga diungkap Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso.
Menurutnya, jika ada perusahaan yang menawarkan beras di bawah harga, lalu tiba-tiba membatalkan kontrak, harusnya perusahaan itu menerima denda sesuai ketentuan.
Tapi, karena Tan Long Vietnam dari awal memang tidak pernah ikut lelang, imbuhnya, jadi tidak ada denda apapun karena memang tidak pernah terjadi kerja sama di kedua belah pihak.