Nama Tommy Soeharto hingga Gibran Muncul Jadi Kandidat Kuat Ketua Umum Partai Golkar
Munaslub yang awalnya direncanakan digelar pada Desember 2024 akan dimajukan di Agustus 2024 bulan ini
Penulis: willy Widianto
Editor: Eko Sutriyanto
Namun demikian, soal peluang Tommy Soeharto muncul dan maju sebagai kandidat Ketum, Prof Gde Pantja memberikan sejumlah catatan. Pertama, apakah nama Tommy Soeharto masih tercatat sebagai kader partai dan itu itu diketahui diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.
Hal itu menurutnya bisa menjadi batu sandungan. Sebab misalnya Tommy sudah bukan bagian dari partai Golkar, maka otomatis tidak bisa maju dan mencalonkan diri sebagai Calon Ketua Umum di Musyawarah Nasional 2024 dan atau Munaslub yang belakangan didorong sebagian kader Golkar.
Baca juga: Kantor DPP Golkar Dijaga Brimob Usai Airlangga Mundur dari Kursi Ketum
"Kalau misalnya Mas Tommy mampu mempengaruhi kader-kader Golkar, dia dimunculkan dan kemudian di Munas itu diubah AD ART, bisa jadi beliau bisa ikut maju bertarung. Tetapi ini urusannya, bagaimana pendekatan Mas Tomy," jelas Prof Gde Pantja.
Catatan kedua, Tommy Soeharto disebutkan dia mempunyai beban sejarah. Karena akan banyak pihak yang akan melihat dirinya dengan kiprah bapaknya selama memimpin Orde Baru. Meski secara obyektif, selain ada beberapa kelemahan selama dipimpin Pak Harto, banyak juga kelebihan selama Indonesia dipimpin Pak Harto.
"Tommy mampu nggak mengemban beban itu kalau nanti mau tampil di panggung. Dia harus beda performance-nya dengan bapaknya, dan itu tidak mudah," kata Prof Gde Pantja.
Ia menambahkan, memang Tommy Soeharto mempunyai kepedulian tinggi terhadap lingkungan sosial dan tidak berbeda jauh dengan bapaknya dan Jiwa Nasionalisme nya tidak perlu diragukan.
Akan tetapi hal itu tidaklah cukup. Publik akan melihat juga bagaimana kemampuan manajerial, leadership, termasuk di bidang strategi seperti ayahnya yang membuat Indonesia relatif aman dan stabil baik ekonomi dan keamanan selama puluhan tahun.
"Mampu nggak begitu? Tidak mudah memang menurut saya, tetapi bukan tidak mungkin dia menjadi "rising star" kalau mampu menjawab beban sejarah," tegasnya.
"Dan kalau saya jadi seorang Tommy Soeharto, saya akan berani dan maju demi menjaga Maruah keluarga dan nama Baik Bapaknya yang sudah mendirikan Partai Golkar dan membesarkannya," sambung Prof Gde Pantja.
Prof Gde Pantja lantas menyinggung kiprah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Kata dia, kemunculan Mega di panggung politik juga menanggung beban yang sangat besar. Bagaimana Mega dihadapkan pada ketokohan ayahnya sebagai pemimpin Orde Lama yang terkenal dengan demokrasi terpimpin, kemudian pemimpin otoriter.
"Mega tampil dengan beban sejarah berat, memang kelebihannya sebagai Proklamator, sebagai Presiden, tetapi sisi kelemahannya juga ada. Toh Mega bisa bangkit dan itu membutuhkan waktu sampai kemudian sekarang menjadi tokoh sentral yang menurut saya kuat, belum tergoyahkan," tuturnya.
"Sekarang kembali kepada Mas Tommy, kalau memang beliau sungguh-sungguh dan serius, demi masa depan Bangsa yang lebih baik dalam politik harus berani menghadapi itu semua. Kalau saya sebagai Mas Tommy misalnya, saya berani maju. Mengapa tidak? Karena kekurangan masa lalu tidak mewarisi ke anak. Ambil kelebihan bapaknya, tetapi kekurangannya jangan," demikian Prof Pantja.
Di sisi lain, menanggapi pendapat Prof Dr I Gde Pantja Astawa, Agus Widjajanto menyatakan sudah pantas dan wajar jikalau Golkar harus jatuh dan dipimpin oleh keluarga cendana yakni salah satu putra Mantan presiden Soeharto, karena mempunyai Historis Sejarah yang panjang , serta masih punya basis massa yang kuat di akar rumput.
Tinggal bagaimana pada DPD di seluruh Indonesia , bersepakat untuk mencari tokoh pembaharu yang diharapkan mengembalikan marwah partai sebagai partai yang Sarat akan kekaryaan berbasis Nasionalis Tapi Religius yang pengkaderan nya telah matang secara konsolidasi dari bawah ke atas.