Pakar Soroti Kemerosotan Demokrasi, Perlu Penataan Ulang Sistem Tata Kelola Pemerintahan
DPP Partai NasDem menggelar simposium bertajuk ‘Menemukenali akar masalah rendahnya Komitmen Kepala Daerah dalam Melaksanakan Fungsi-Fungsi Pemerintah
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPP Partai NasDem menggelar simposium sebagai rangkaian Prakongres III NasDem.
Kali ini bertajuk ‘Menemukenali akar masalah rendahnya Komitmen Kepala Daerah dalam Melaksanakan Fungsi-Fungsi Pemerintahan’.
Pakar politik dan pemerintahan Prof Ryaas Rasyid melihat, demokrasi tak boleh memesorotkan kecerdasan sebab itu membunuh demokrasi sendiri.
Partai politik, menurut Rasyid perlu membahas serius secara internal.
Selain itu menurutnya, kepala daerah, hanyalah bagian dari hal besar yaitu sistem. Inilah yang perlu ditata ulang.
“Kepala daerah salah satu mesin. Saya mau bilang korupsi hanya bisa diperbaiki dengan menata ulang manajemen kita, tidak bisa hanya memperkuat KPK Jaksa, Polisi. Semakin banyak orang anda tangkap, tidak akan bisa, karena dia direproduksi oleh sistem,” kata Rasyid di Auditorium NasDem Tower, Jakarta, Senin (19/8/2024)
Sementara itu, Ketua DPP NasDem Atang Irawan mencoba mengajak publik untuk bersama menemukan akar permasalahan akselerasi pimpinan daerah dalam menjalankan fungsi representatif.
“Demokrasi itu harusnya linier dengan kesejahteraan masyarakat. Dan leadership ini penting dalam rangka membangun kesejahteraan masyarakat,” ujar Atang.
NasDem mengajak pakar membedah masalah tersebut, sebab menurut Atang, parpol juga kesulitan bagaimana menemukan benang merah tidak efektifnya kebijakan publik di daerah.
“Ketika pimpinan daerah misalkan tidak menjalankan fungsi-fungsi dengan baik. Beda dengan parlemen, Anggota DPR bisa diPAW, kepala daerah ndak bisa diPAW,” ucap Atang.
Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, keterbatasan sumber daya seperti keterbatasan anggaran Pemda dan ketergantungan pada pemerintah pusat saat ini masih tinggi, sumber daya manusia terampil juga sulit didapat.
Selain itu, masalah lainnya adalah terbatasnya infrastruktur.
Kemudian Agus menanalisi bahwa masih ada disparitas antar daerah, yakni adanya ketimpangan pembangunan dan kapasitas aparat Pemda yang lemah di tata kelola.
“Ketergantungan pada pemerintah pusat tinggi: ketergantungan pada arahan dan regulasi dari pemerintah pusat yang sering membatasi fleksibilitas Pemda. Tata kelola lemah, masalah korupsi tinggi dengan kapasitas manajerial rendah,” pungkas Agus.