Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Reaksi Istana: Pemerintah Ikut Aturan MK Jika Revisi UU Pilkada Tak Disahkan hingga 27 Agustus

Menurut Hasan, sikap pemerintah dibatasi. Dalam menyikapi polemik aturan tersebut, pemerintah harus mengikuti undang-undang atau aturan yang baru.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Reaksi Istana: Pemerintah Ikut Aturan MK Jika Revisi UU Pilkada Tak Disahkan hingga 27 Agustus
Tribunnews.com/Taufik Ismail
Pihak Istana Kepresidenan melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi memberi keterangan pers perihal polemik revisi Undang-undang Pilkada pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK), di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (22/8/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan bahwa pemerintah sama seperti DPR akan mengikuti aturan terakhir mengenai syarat pencalonan dalam Pilkada serentak 2024, apabila pengesahan Revisi Undang-Undang Pilkada tidak kunjung dilakukan.

"Jika sampai tanggal 27 Agustus ini tidak ada pengesahan Undang-undang Pilkada, artinya DPR akan mengikuti aturan yang terakhir. Begitu pernyataan dari DPR tadi. Wakil ketua DPR tadi menyatakan itu, akan mengikuti aturan terakhir yaitu putusan MK," kata Hasan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (22/8/2024).

"Nah, pemerintah juga berada pada posisi yang sama seperti sebelumnya, yaitu mengikuti aturan yang berlaku. Jadi, selama tidak ada aturan yang baru maka pemerintah akan Ikut menjalankan aturan-aturan yang saat ini masih berlaku. Jadi begitu posisi pemerintah," Imbuhnya.

Aturan terkahir yang dimaksud yakni putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 yang mengubah ambang batas persyaratan pencalonan di pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 dan putusan tentang syarat ambang batas terendah usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon di Pilkada.

"Ya, aturan yang berlaku itu (MK). Posisi kita sama soalnya," katanya.

Baca juga: BREAKING NEWS: Tembus Belakang Gedung DPR, Demonstran Bentrok dengan Polisi

Menurut Hasan, sikap pemerintah dibatasi. Dalam menyikapi polemik aturan tersebut, pemerintah harus mengikuti undang-undang atau aturan yang baru.

Berita Rekomendasi

"Jadi maksudnya, tidak bisa belok-belok, sudah ada relnya nih. Ini sudah kayak kereta ini. Sudah kita ada di relnya. Jadi, pada prinsip pemerintah seperti itu. Jadi, tidak bisa ditafsirkan lain," katanya.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menunda rapat paripurna pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), di tengah masifnya aksi unjuk rasa oleh sejumlah elemen masyarakat.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan sidang paripurna ditunda karena jumlah anggota DPR RI yang hadir tidak memenuhi quorum.

Dengan begitu, kata Dasco, pihaknya akan menjadwalkan kembali sidang parpurna setelah rapat badan musyawarah (Bamus) pimpinan DPR RI,

"Oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat bamus untuk rapat paripura karena quorum tidak terpenuhi," ucap Dasco.

Baca juga: Tak Penuhi Kuorum, Rapat Paripurna Pengesahan RUU Pilkada Ditunda, dari Gerindra Hanya Ada 10 Orang

Revisi UU Pilkada di Baleg DPR mendapatkan protes dari masyarakat lantaran dinilai membegal putus MK soal persyaratan pencalonan Pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PPU-XXII/2024.

Putusan MK yang dimaksud yakni ambang batas pencalonan di Pilkada oleh Parpol dari yang sebelumnya 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah menjadi disesuaikan dengan jumlah penduduk. Partai partai yang tidak memiliki kursi di parlemen bisa mencalonkan kepala daerah asalkan memenuhi persentase dalam rentang 6,5 persen hingga 10 persen yang disesuaikan dengan jumlah daftar pemilih tetap di masing masing wilayah.

Selain itu putusan MK yang dibegal tersebut yakni soal batas usia paling rendah calon kepala daerah untuk gubernur 30 tahun dan untuk bupati/wali kota adalah 25 tahun. MK memutuskan bahwa batas usia tersebut saat penetapan calon bukan pelantikan.

Dua persyaratan pencalonan kepala daerah dari MK tersebut dibegal DPR RI melalui revisi UU Pilkada yang dikebut. Dalam waktu singkat Baleg menyepakati bahwa syarat ambang batas pencalonan yakni 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah bagi partai yang memiliki kursi di DPRD. Sementara itu Parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD mengikuti putusan MK yakni disesuaikan dengan jumlah DPT di masing masing wilayah.

Revisi UU Pilkada juga memutuskan batas usia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan 25 untuk Calon Bupati atau Walikota ditentukan saat pelantikan bukan penetapan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas