Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Praktisi Hukum Angkat Suara Tanggapi Kontroversi Putusan Hakim atas Ronald Tannur

Henry menilai kurang tepat apabila kemudian dikatakan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut mengabaikan bukti dan saksi.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Praktisi Hukum Angkat Suara Tanggapi Kontroversi Putusan Hakim atas Ronald Tannur
KOMPAS.COM/ACHMAD FAIZAL
Ronald Tannur saat menghadiri sidang putusan di PN Surabaya, Rabu (24/7/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur menuai kontroversi di publik.

Anak mantan anggota DPR RI dari PKB, Edward Tannur, itu awalnya dituntut jaksa dengan hukuman 12 tahun penjara. Dia didakwa membunuh kekasihnya, Dini Sera Afrianti (29), secara sadis.

Kemudian, dalam persidangan, majelis hakim memutuskan membebaskan Gregorius Ronald Tannur sehingga memicu reaksi keras dan protes masyarakat.

Terutama protes datang dari keluarga Dini Sera Afrianti dan akhirnya viral ke publik.

Hal ini memicu netizen melakukan demo besar-besaran ke PN Surabaya untuk membatalkan putusan hakim dan memeriksa para majelis hakim tersebut.

Komisi Yudisial (KY) telah mengambil langkah proaktif dengan menggunakan hak inisiatifnya untuk memeriksa majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur.

Menanggapi polemik putusan hakim tersebut, praktisi hukum Henry Indraguna menilai kurang tepat apabila kemudian dikatakan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut mengabaikan bukti dan saksi.

BERITA REKOMENDASI

"Karena secara hukum penilaian terhadap bukti dan saksi tersebut mutlak merupakan hak penuh dari hakim yang bersangkutan dan tidak ada satu pihak pun yang dapat mengintervensinya, karena suatu putusan hakim itu bebas dan merdeka," katanya.

Menurut Henry sebelum hakim memutuskan perkara dimaksud, dalam pertimbangan putusannya tentunya telah memberikan dan memuat alasan-alasan yang sah sebagaimana digariskan di dalam Pasal 50 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Di mana menyatakan bahwa putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang0undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

"Dan juga telah menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat seperti yang digariskan di dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat," kata dia.

Selanjutnya pihak keluarga korban dengan diwakilkan kuasa hukumnya mengadukan Majelis Hakim PN Surabaya tersebut ke Komisi Yudisial (KY).


Dan KY pun akhirnya melakukan pemeriksaan kepada Hakim PN Surabaya.

KY melakukan rapat dengan pihak DPR dan serta juga mengeluarkan rekomendasi berupa pemberhentian terhadap hakim hakim tersebut kepada Mahkamah Agung.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas