Mantan Pimpinan JI Beberkan Banyak Pengusaha Kaya di Jamaah Islamiyah Hingga Ungkap Model Pendanaan
Ia menjelaskan bendahara JI yang juga seorang pengusaha tersebut mengelola dana tersebut selayaknya mengelola keuangan perusahaan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
Hal itu disampaikannya saat wawancara khusus di Jakarta pada Senin (16/9/2024).
Baca juga: Kemenag Susun Kurikulum untuk Pesantren yang Diasuh Mantan Anggota Jamaah Islamiyah
"Jadi dana itu kita ambil dari infak anggota. Tapi di JI ini kan juga banyak pengusaha-pengusaha yang kaya. Jadi kita sistemnya bukan lagi infak 5 persen, tapi infak itu tidak kita paksakan. Artinya infak sesuai dengan kemampuan," kata dia.
Ia menjelaskan bendahara JI yang juga seorang pengusaha tersebut mengelola dana tersebut selayaknya mengelola keuangan perusahaan.
Bendahara tersebut mengelola keuangan dengan cara mengumpulkan bendahara-bendahara di setiap lembaga organisasi terafiliasi JI untuk kemudian menentukan kuota besaran infak.
Kuota tersebut, kata dia, ditentukan berdasarkan jumlah anggota.
"Kuota ini berdasarkan jumlah anggota. Jadi kalau kita anggap saja anggotanya 6 ribu, kalau satu orang Rp100 ribu saja kan, sekali tarik berapa kira-kira? Ketemu nggak angkanya? Itu kalau Rp100 ribu. Padahal satu orang itu ngasih Rp50 juta saja ada. Sekali ngasih lho, bukan sekali doang. Bukan," kata dia.
"Makanya nanti akhirnya bentuknya akhirnya kayak lelang. Kamu tahun ini mau kuotanya berapa. Dan subsidi silang. Jadi yang kurang, yang miskin nggak dipaksakan harus mengejar seperti yang kaya. Justru yang kaya ini biasanya belakangan. Kuotanya berapa, kurangnya ditutup," sambung dia.
Model kedua, kata dia, adalah pendanaan yang sifatnya sosial dari umat ke umat.
Untuk itu, kata dia, JI membuat beberapa lembaga semacam yayasan di antaranya Syam Organizer dan Lembaga Amil Zakat Badan Mal Abdurrahman Bin Auf.
Sekadar informasi, kepolisian pernah mengungkap pada 2021 lalu bahwa Syam Organizer mampu mengumpulkan dana belasan miliar rupiah per tahun.
Jumlah itu pun, hanya yang tercatat di laporan keuangan.
Kedua lembaga tersebut, kata dia, ditujukan untuk menggalang dana bantuan bagi pengungsi di Suriah.
"By design-nya itu dari umat untuk umat, bukan dari umat untuk JI. Jadi mengumpulkan dari umat Islam di Indonesia untuk membantu umat Islam yang di Suriah. Tapi kita sudah membaca tulisan Prevent Violance On Extremism. Di tulisan itu kita sudah baca, menbantu pengungsi di wilayah yang diduduki oleh organisasi teroris maka itu terkena pasal teroris," kata dia.
Baca juga: EKSKLUSIF: Eks Bos Jamaah Islamiyah Ungkap Bahan Peledak dan DPO Telah Diserahkan ke Densus 88
"Tetapi sayangnya kita sesama muslim yang sedang menderita itu akhirnya meskipun kita sudah baca ya kita lakukan. Makanya ya sudah, ibarat makan nasi Padang, kalau sudah makan ya harus bayar. Kita terima. Jadi itu memang keputusan PBB dalam Prevent Violance Extremism. Tapi itu kan miliaran dari antusias umat Islam Indonesia ingin membantu saudaranya di Suriah," sambung dia.