Pakar Hukum Pidana: Penyerahan SPDP Wajib Dilakukan Penegak Hukum sesuai Putusan MK
Pada payung hukum tersebut tidak ditentukan batas waktu penyidik untuk memberikan SPDP usai mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindi
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas ST Thomas Medan Berlian Simarmata menilai surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) merupakan hal yang wajib dilakukan lembaga penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, kewajiban lembaga penegak hukum untuk menyerahkan SPDP tertuang jelas dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130 Tahun 2015.
"Jadi, di putusan MK itu dikatakan penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban atau perlapor paling lambat tujuh hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan itu lah isi putusan MK. Jadi penyidik dikatakan wajib," kata Berlian dalam keterangannya, Selasa (17/9/2024).
Ia menyebutkan, jika putusan MK itu telah membatasi kewenangan penyidik lembaga hukum sebelumnya yang tertuang dalam Pasal 109 KUHP.
Pada payung hukum tersebut tidak ditentukan batas waktu penyidik untuk memberikan SPDP usai mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik).
"Jadi, kalau ada kata wajib secara hukum kan memaksa, atau hukum memaksa, bukan hukum mengatur yang bisa dikesampingkan," kata Berlian.
Baca juga: Gaya Hidup Kepala Butik Penjualan PT Antam Disebut Berubah usai Terima Duit Korupsi Emas
Ia menjelaskan alasan pentingnya penyerahan SPDP terhadap pihak terlapor atau tersangka.
Salah satunya, untuk memberi kepastian hukum terhadap jaksa penuntut umum, terlapor, maupun pelapor.
"Ya ini untuk menjamin kepastian hukum karena kalau sudah keluar sprindik orang menjadi tersangka atau sudah ditetapkan sebagai tersangka maka terbuka peluang untuk dilakukan upaya-upaya paksa yang bisa melanggar hak-hak si tersangka itu," kata Berlian.
Diketahui, sidang lanjutan gugatan praperadilan dari IP, tersangka kasus dugaan korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry Persero digelar di PN Jakarta Selatan.
Salah satu pokok materi yang dipersoalkan tim hukum dalam gugatan praperadilan itu ialah tidak adanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang diterima IP setelah menyandang status tersangka dari KPK.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.