BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakat Akhiri Polemik Nama Produk Tuyul Hingga Tuak Bercap Halal
BPJPH Kementerian Agama, Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal bersepakat mengakhiri polemik 151 produk bersertifikat halal.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
"Karena pada dasarnya kami menggunakan acuan yang sama, standar fatwa yang sama, kemudian juga melalui proses audit yang sama, walaupun memang di produk reguler mungkin sedikit lebih rumit," jelas Zulfa.
Masyarakat harus memiliki kepercayaan kepada Sistem Jaminan Produk Halal yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan juga yang fatwanya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal.
Dua Skema Sertifikasi Halal
Sertifikasi halal dilakukan pelaku usaha melalui dua skema.
Pertama, skema reguler, yang prosesnya diawali dengan pengajuan sertifikasi halal melalui Sihalal BPJPH, kemudian pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal yang dilakukan oleh auditor halal.
Hasil audit ini kemudian disidangkan pada sidang fatwa oleh Komisi Fatwa MUI.
Hasil sidang berupa ketetapan kehalalan produk kemudian menjadi dasar BPJPH menerbitkan sertifikat halal by system secara digital.
Kedua, sertifikasi halal dengan skema self declare atau pernyataan pelaku usaha. Skema ini diawali dengan pengajuan sertifikasi halal oleh pelaku usaha mikro dan kecil (yang produknya dipastikan berbahan halal dan diproses sederhana) melalui akun Sihalal.
Kemudian, Pendamping Proses Produk Halal (P3H) melakukan pendampingan kepada pelaku usaha untuk memastikan kehalalan baik bahan maupun proses produksi.
Hasil pendampingan selanjutnya disidangkan pada sidang fatwa oleh Komite Fatwa Produk Halal, yang hasil ketetapan kehalalan produknya menjadi dasar diterbitkan sertifikat halal secara digital oleh BPJPH melalui Sihalal.