Tanpa Food Estate Baru, Indonesia Sudah Lampaui Kuota Deforestasi
Food Estate atau program lumbung pangan nasional bukanlah jawaban atas permasalahan pangan di Indonesia.
Editor: Dodi Esvandi
Hashim menyebutkan bahwa dunia internasional salah paham dengan program lumbung pangan yang disebut merusak hutan.
“Indonesia akan menciptakan kembali, merevitalisasi, meremajakan hutan yang terdegradasi (akibat program Food Estate). Ini sudah merupakan program yang akan mengurangi masalah apa pun yang mungkin timbul,” katanya melanjutkan.
Cindy Julianty dari Working Group ICCAs Indonesia (WGII) menganggap program Food Estate gagal dalam menanggulangi isu ketahanan pangan dan banyak menimbulkan konflik.
Salah satunya dengan masyarakat adat.
Baca juga: Melihat Lebih Dekat Food Estate 3 Juta Hektare, Rekrut 3 Ribu Milenial Jadi Petani
“Fakta empirik yang terjadi di Merauke saat ini ada lebih dari dua juta hutan yang merupakan bagian dari wilayah adat di masyarakat Malid, Maklew, Khimaima dan Yei yang dibabat habis untuk urusan food estate,” katanya.
Hutan merupakan sumber pangan alami masyarakat adat bahkan merupakan bagian dari tempat berkembangnya keanekaragaman hayati.
Cindy juga menyebutkan perlunya masyarakat berhati-hati melihat target restorasi hutan 12,7 hektar pada Pemerintahan Prabowo Subianto.
“Apakah angka ini tumpang tindih dengan wilayah adat dan wilayah kelola rakyat atau tidak? apakah akan dilakukan melalui proses konsultasi dan FPIC, dan apakah masyarakat adat atau lokal menjadi penerima manfaat dari agenda restorasi ini?”
katanya.
Nadia mempertanyakan belum bergabungnya Indonesia dalam kemitraan FCLP (Forest and Climate Leaders’ Partnership).
FLCP merupakan inisiatif untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya hutan pada tahun 2030 (halting and reversing forest loss by 2030).
“Padahal dalam pernyataan-pernyataan para kepala dan pejabat negara dalam panel tersebut beberapa kali menyebutkan Indonesia sebagai champion dalam inisiatif FOLU Net Sink 2030,” kata Nadia.
Baca juga: Hadapi Darurat Pangan Dunia, Pemprov Kalteng dan Kementan Gelar Rakor Optimalisasi Lahan Food Estate
Bergabungnya Indonesia dalam kemitraan, tambahnya, dapat memastikan mobilisasi pendanaan dari negara-negara maju kepada negara-negara berkembang dan pemilik hutan tropis untuk melindungi hutan tropis sehingga dapat mencapai target iklim global yang tercantum dalam Perjanjian Paris.
Menurut Eka Melisa dari Kemitraan, sangat disayangkan special message dari Hashim pada plenary COP 29 tanggal 12 November 2024 tidak mengedepankan posisi Indonesia sebagai negara yang memiliki kerentanan cukup tinggi terhadap perubahan
iklim, di mana peningkatan kapasitas daya tahan dan daya lenting menghadapi perubahan iklim menjadi sangat penting.
Apalagi, ini adalah COP Finance, harusnya bagaimana akses dan penyaluran pendanaan iklim yang tepat sasaran, termasuk berfokus pada peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan nasional maupun lokal pada ketiga isu penting
ketahanan iklim, perlu jadi salah satu prioritas Indonesia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia