Hadir di COP 29 Azerbaijan, Sektor Industri Dukung Target 100 GW EBT Pemerintah RI
Masih terdapat kesenjangan besar dalam pemanfaatan energi surya di Indonesia dibandingkan dengan potensi yang dimiliki
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tingkat global, energi surya kini memegang peran utama dalam transisi menuju energi bersih.
Berdasarkan data IRENA tahun 2024, kapasitas energi surya global mengalami peningkatan hingga 73 persen dibandingkan tahun sebelumnya, didominasi oleh China yang menyumbang 217 GW atau 63?ri total pemanfaatan energi surya di dunia.
Sementara itu, Indonesia, dengan potensi energi surya yang mencapai 3.295 GW atau sekitar 90?ri total sumber energi bersih negara ini, baru memanfaatkan sekitar 675 MW dari kapasitas tersebut.
Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup Kadin Indonesia, Dharsono Hartono menilai masih terdapat kesenjangan besar dalam pemanfaatan energi surya di Indonesia dibandingkan dengan potensi yang dimiliki.
Maka dari itu, dukungan dari sektor swasta, seperti inisiatif yang ditunjukkan oleh Utomo SolaRUV, menjadi sangat penting untuk mengakselerasi pencapaian target energi bersih nasional.
"Kolaborasi antara pemerintah, pelaku swasta, dan masyarakat merupakan kunci untuk mengoptimalkan potensi energi surya kita," ujarnya dikutip Kamis, 14 November 2024.
Baca juga: Desa Energi Berdikari Tampil di COP 29, Pertamina Komit Jaga Kelestarian Lingkungan di Masyarakat
Dia mengatakan, dengan pendekatan inovatif dan teknologi yang efisien, kita dapat memperkecil kesenjangan ini, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong perekonomian berkelanjutan.
Di sela pertemuan COP 29 di Baku, ibu kota Azerbaijan, Managing Director Utomo SolaRUV, Anthony Utomo, menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan kapasitas industri surya Indonesia dengan penguatan rantai pasok melalui produksi modul surya serta konstruksi dan pengembangan PLTS terapung.
Menurut Anthony, inisiatif ini dapat memperluas akses energi bersih, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong pertumbuhan industri lokal.
"Sebagai contoh, industri surya di China telah menciptakan hampir 4,6 juta lapangan kerja, sementara menurut data IESR 2024, di Indonesia industri energi surya membuka sekitar 175.000 lapangan kerja setiap tahunnya," ujarnya.
Harga Modul Panel Surya Lokal 45 Persen Lebih Mahal dari Impor
Anthony Utomo juga mengatakan, saat ini harga modul surya lokal 30 hingga 45 persen lebih tinggi dibandingkan modul surya impor.
Karena itu, untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur EBT ketenagalistrikan di dalam negeri, Indonesia perlu mengembangkan rantai pasok manufaktur energi surya.
"Pengembangan rantai pasok ini akan memastikan energi terbarukan dapat diakses dengan biaya yang lebih kompetitif dan terjangkau, serta mendukung ketahanan energi yang berkelanjutan,” ucap Anthony.
Anthony juga menyampaikan saat ini pihaknya sudah bekerja sama dengan sejumlah produsen modul surya tier 1 dunia untuk mengembangkan industri energi surya di Indonesia.
“Kerja sama ini memungkinkan kami untuk membawa teknologi terbaru ke Indonesia dan memastikan ketersediaan produk berkualitas tinggi yang dapat mendukung pertumbuhan sektor energi terbarukan domestik,” lanjut Anthony.
Menurut dia, oartisipasi Utomo SolaRUV di COP 29 Azerbaijan merupakan komitmen dalam mendukung energi bersih sekaligus membantu Pemerintah Indonesia menuju keberlanjutan tetapi juga mencerminkan peran Indonesia dalam peta global transisi energi.
Dia menegaskan, sektor swasta dapat menjadi mitra strategis dalam mewujudkan target besar energi bersih nasional demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.