KemenKopUKM Minta Standarisasi Produk Knalpot Agar Tak Dipersepsikan Knalpot Brong
Knalpot produksi industri rumahan kerap dianggap menyalahi aturan dan mengganggu ketertiban saat dipakai karena dianggap memicu bising.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Knalpot produksi industri rumahan kerap dianggap menyalahi aturan dan mengganggu ketertiban saat dipakai karena dianggap memicu bising dan jadi sasaran razia polisi.
Asosiasi Pengusaha Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) mengeluhkan hal tersebut. Mereka menyatakan, produk-produk knalpot produksi UKM anggota AKSI sering jadi sasaran razia karena dianggap sebagai produk knalpot brong.
AKSI mengklaim produk mereka menenuhi ketentuan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56/2019 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor.
"Produsen yang memproduksi knalpot aftermarket itu sudah mengikuti ketentuan yang berlaku mengenai ambang batas, emisi, dan lainnya," kata Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Hanung Harimba Rachman, Jumat (23/2/2024).
Namun saat ini belum ada sertifikasi teknis atau SNI untuk knalpot after market. Sebagai perbandingan, Filipina telah mengumumkan perubahan standar nasional untuk knalpot motor.
Perubahan standar itu tertuang dalam Undang-Undang Muffler tahun 2022, yang merekomendasikan batas suara sebesar 99 desibel (dB).
Aturan tersebut menetapkan tingkat suara knalpot kendaraan bermotor tidak boleh melebihi 99 dB dan diukur pada putaran mesin 2.000 hingga 2.500 rpm.
Produsen knalpot dalam negeri diminta menyesuaikan standar mereka dan memperoleh sertifikasi teknis yang sesuai dengan regulasi ini.
"Dalam rangka pembinaan dan pemberdayaan, kami mendorong agar dapat dikeluarkan standardisasi untuk knalpot aftermarket yang saat ini belum ada," kata Hanung.
"Sehingga nantinya akan mudah dibedakan antara knalpot aftermarket yang terstandardisasi dan sesuai regulasi dibandingkan dengan knalpot brong," lanjutnya.
Akibat maraknya penindakan (razia) terhadap pengguna kendaraan dengan knalpot yang dinilai brong tersebut, AKSI merasa dirugikan.
AKSI menyebut penjualan anggota mereka anjlok hingga 70 persen, mengakibatkan penghentian produksi hingga terpaksa merumahkan tenaga kerja.
Baca juga: Penjualan Anggota AKSI Turun Drastis Gara-gara Tuduhan Produksi Knalpot Brong
Dengan mereview regulasi yang sudah ada, diharapkan ada regulasi baru yang lebih mudah diimplementasikan di lapangan.