SP3 Kasus Pidana Pemilu di Kutai Timur Bakal Dipraperadilankan
Pihak Polres Kutai Timur telah menerbitkan SP3 tiga tersangka yang diduga menyuap penyelenggara pemilu
Editor: Budi Prasetyo
Pada sisi lain, salah seorang sumber Tribun mengatakan, Panwaslu sebenarnya berharap kasus tersebut diteruskan ke penuntutan dan peradilan. Namun setelah melalui pembahasan yang intens, tindaklanjutnya diserahkan kembali ke pihak Polres Kutim.
"Dalam forum lalu, polisi mengatakan siap melimpahkan bila jaksa siap memproses. Namun pihak jaksa balik mengatakan hal tersebut diserahkan kepada polisi. Karena jaksa sifatnya menunggu dan menindaklanjuti pelimpahan berkas," kata sumber tersebut.
Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur, Alfian Aswad, juga sempat menyoroti kasus pidana pemilu dengan tiga tersangka tersebut. Kepada Tribun, Alfian mengatakan pihaknya berharap kasus tersebut dapat dilanjutkan ke proses peradilan. Pasalnya, fakta persidangan tersangka-tersangka sebelumnya menunjukkan fakta adanya penyuapan yang berujung perubahan suara caleg.
"Kami tentunya berharap perkara tersebut dituntaskan hingga proses peradilan. Karena sudah ada fakta persidangan yang menunjukkan pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan ketiga tersangka," katanya.
Selain itu, peradilan juga diperlukan untuk mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. "Tiga caleg lain yang kooperatif sudah divonis bersalah dan harus menjalani hukuman. Bagaimana mungkin tiga tersangka yang melarikan diri, justru kasusnya ditutup," katanya.
Hal ini justru menimbulkan preseden buruk. "Adapun terkait pendapat kasus sudah kadaluarsa, sebenarnya perhitungan masa kadaluarsa bisa dihentikan ketika pelanggar pidana sudah mendapatkan informasi tentang status kasusnya," katanya.
Alfian mengatakan, hal ini diatur dalam pasal 80 KUHP. Pasal ini juga pernah digunakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sangatta dalam menanggapi gugatan pra peradilan dari tersangka Dewi Yanti Layar Kabe dan Suyono.
Selain Alfian, berbagai elemen publik juga menyoroti kasus ini. Mereka menilai, akan muncul preseden buruk, bahwa pelanggar pidana pemilu bisa "melenggang bebas" bilamana mereka melarikan diri hingga berakhirnya masa kadaluarsa klarifikasi di Panwaslu dan penyelidikan di kepolisian. (*)