Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menjaga Ketahanan Pangan di Jember Melalui Klaster

"Juga untuk inklusi keuangan. Karena klaster ini menggandeng UMKM, kelompok tani, juga petani, tentu akan dikenalkan transaksi dan tata kelola keuanga

zoom-in Menjaga Ketahanan Pangan di Jember Melalui Klaster
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
PAMERAN SAYUR DAN BUAH - Pengunjung melihat-lihat beragam sayuran segar 

Tahun depan rencananya akan ada tambahan klaster beras organik di Jember. Kepala Seksi Penyuluhan Dinas Pertanian Jember Luluk Herman mengatakan Jember siap membentuk klaster tersebut.

"Karena di Jember ini sudah lama ada kelompok tani yang menanam beras organik.
Bahkan sudah punya nama di Rowosari Kecamatan Sumberbaru," ujar Luluk.

Beras organik di kecamatan tersebut ditanam di areal 25 hektare baik beras putih, merah, hitam dan cokelat. Hasil per hektarenya mencapai 5 - 6 ton.

Luluk mengklaim beras organik asal Jember berkualitas bagus dan sudah mengantongi sertifikat.

"Hanya memang packagingnya kurang bagus. Belum memiliki teknik vacum yang itu bisa membuat awet beras organik segar sampai tiga bulan. Kalau tidak di-vacum hanya kuat beberapa minggu. Disinilah kami harapkan petan BI melalui klaster agar promosi beras organik Jember makin bagus," ujar Luluk.

Pasar beras organik Jember sudah sampai ke Pasuruan, Surabaya, dan Banyuwangi, selain di sejumlah supermarket di Jember. Rencananya BI Jember akan membentuk klaster ini tahun 2015.

Sedangkan yang terakhir terbentuk adalah klaster cabe segar. Klaster ini diinisiasi sejak tahun 2013 dan terbentuk tahun ini.

Berita Rekomendasi

Dalam panen perdana akhir Agustus lalu, Pimpinan BI Wilayah IV Jember Dwi Pranoto ikut memanen cabe merah besar di klaster BI Jember bekerjasama dengan petani di Kecamatan Wuluhan.

BI Jember juga merasa perlu mengembangkan klaster cabe karena komoditas inilah yang kerap memicu inflasi di Jember. Meskipun sebagai daerah penghasil, harga di pasaran kerap kali melambung.

"Cabe ini komoditas rapuh, harganya naik turun dan barangnya juga tidak tahan lama. Sehingga kami merasa klaster ini perlu untuk ketahanan pangan," imbuh Dwi Suslamanto.

Luasan klaster itu 2,5 Ha yang digunakan untuk 1,5 Ha tanaman cabe merah besar dan 1 Ha untuk cabe rawit. Cabe merah besar itu dijual kepada mitra yakni PT Heinz ABC.

"Dan cabenya organik. Tujuannya juga untuk pengendalian harga," ujar Edy Suryanto, petani cabe asal Wuluhan yang bermitra dengan BI Jember.

Hal itu dibuktikan dalam operasi pasar cabe yang dilakukan sebelum bulan puasa 2014. Ketika terjadi kenaikan harga cabe, petani dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Jember menggelar OP cabe sebanyak 1,5 ton hanya di satu pasar. Dan cabe sebanyak itu ludes dalam waktu tidak lebih 30 menit.

"Padahal kami jual Rp 5 ribu untuk cabe rawit yang diluaran sudah Rp 17 ribu, dan harga cabe merah besar Rp 10 ribu padahal harga di pasaran sudah Rp 27 ribu. Kami tetap untung, dan harga di pasar akhirnya cukup terkendali," kata Edy.

Halaman
123
Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas