Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

50 Calon Bidan dan Perawat STSK Palembang Terancam Tak Dapat Ijazah

Sebanyak 25 mahasiswa Akper dan Akbid Sekolah Tinggi Sapta Karya (STSK) Palembang terancam tidak menerima ijazah sarjana muda.

Editor: Sugiyarto
zoom-in 50 Calon Bidan dan Perawat STSK Palembang Terancam Tak Dapat Ijazah
Warta Kota/Bintang Pradewo
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Sebanyak 25 mahasiswa Akper dan Akbid Sekolah Tinggi Sapta Karya (STSK) Palembang terancam tidak menerima ijazah sarjana muda.

Pasalnya, kampus tempat mereka mengenyam pendidikan dikabarkan berstatuskan non-aktif oleh pihak Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah II Palembang karena ada sengketa antar pengurusnya.

Dinon-aktifkannya status STSK diketahui dari salah salah satu pria bernama Martawan yang memang sedang terlibat konflik kepengurusan STSK.

Bersama beberapa rekannya yang sama-sama terlibat kepengurusan STSK mengatakan, STSK dinon-aktifkan oleh Kopertis Wilayah II Palembang karena saat ini masih ada konflik antara pihak Martawan dengan pihak Bustam, yang saat ini berstatuskan Direktur STSK. Konflik keduanya terjadi sejak pertengahan 2014.

"Sejak dinon-aktifkan dengan dikeluarkan surat nomor 3649 oleh Kopertis Wilayah II, pihak Bustam yang saat ini menjadi pengurus STSK harus menutup sementara operasi belajar mengajar. Selain itu, mahasiswa yang masih belajar di sana diarahkan untuk mencari universitas baru yang sudah menerima izin dari Kemdikbud," kata Martawan, Kamis (13/11/2014).

Dibeberkan Martawan, konflik pengurus STSK bermula saat Bustam membuat akta notaris kepengurusan STSK dengan akta nomor 2013 tahun 2014. Bustam membuat akta ini tanpa sepengetahuan Martawan dan rekan-rekan.

Padahal, Martawan dan rekan-rekan merupakan pengurus STSK bersama Bustam sehingga keputusan harus dirapatkan dan berdasarkan keputusan bersama.

Berita Rekomendasi

Sejak keluarnya akta tersebut, Bustam menunjuk pengurus yang merupakan anak-anak kandungnya sendiri. Mulai dari bendahara hingga notaris, sementara tidak ada jabatan untuk Martawan dan rekan-rekan.

"Kita lalu melaporkan konflik ini dengan melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri dan juga melapor ke SPKT Polda Sumsel. Saat mereka berpatokan dengan akta nomor 13, saya dan teman-teman masih berpegang pada akta nomor 57 tahun 2003, yang saat pembuatan juga diketahui oleh Bustam," kata Martawan.

Belum ada komentar dari pihak Bustam terkait pernyataan martawan. Saat coba dihubungi, penselnya tidak aktif. Sementara seorang anaknya yang juga menjadi pengurus STSK tidak menjawab telepon.

Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Padakova, mengatakan laporan Martawan sampai saat ini masih diproses di Ditreskrimum Polda Sumsel. Pelapor, saksi, hingga pihak Bustam sudah dimintai keterangan.

"Nanti akan kita gelar perkarakan jika seluruh saksi sudah diambil keterangan. Saat ini, masih proses penyidikan," kata Djarod.

Sumber: Sriwijaya Post
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas