Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Saat Kondisi Bangsa Penuh Kemelut Seperti Sekarang, Pusara Gus Dur Jadi Tempat Mengadu

Pusara Gus Dur jadi tempat mengadu dan berdoa bagi mereka yang amat sedih dengan kondisi bangsa yang kacau-balau seperti saat ini.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Saat Kondisi Bangsa Penuh Kemelut Seperti Sekarang, Pusara Gus Dur Jadi Tempat Mengadu
TRIBUN/DANY PERMANA
Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar dan latar belakang foto siluet Gus Dur. 

TRIBUNNEWS.COM -Perayaan tahun baru Imlek, yang kini leluasa digelar oleh warga Tionghoa di negeri ini, tak bisa dilepaskan dari peranan Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Dialah yang membuka keran kebebasan sehingga Khonghucu yang dianut oleh warga Tionghoa bisa diakui sebagai agama.

Seperti tak ingin melupakan jasa presiden keempat Republik Indonesia itu, bertepatan dengan Imlek, Kamis (19/2), komunitas Tionghoa di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mendatangi makam Gus Dur. Kedatangan rombongan itu pun diterima dan berbaur dengan peziarah lain di kompleks makam keluarga di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Kecamatan Diwek, Jombang.

Bahkan, Komunitas Gus Durian Jombang, yang dipimpin Aan Anshori, langsung menemani warga Tionghoa itu menabur bunga di pusara Gus Dur. Mereka juga ditemani Pendeta Edi Kusmayanto dari Gereja Kristen di Jombang dan Yus Niang, Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (Inti) Jombang.

Di pusara Gur Dur, warga Tionghoa itu memanjatkan doa secara khas, mengepalkan tangan yang tertangkup dan meletakkan di atas kepala, mengayun berulang-ulang. Namun, mereka tak membakar hio, seperti saat berdoa di kelenteng.

”Kami mensyukuri jasa Gus Dur bagi warga Tionghoa, yang memutuskan Khonghucu sebagai agama resmi di Indonesia. Imlek juga menjadi hari raya resmi dalam kalender pemerintah. Kini, kami warga Tionghoa sedang memperjuangkan agar almarhum Gus Dur dihormati oleh pemerintah dan masyarakat dengan meresmikan namanya sebagai Pahlawan Nasional,” kata Yus Niang.

Dia melanjutkan, doa dalam rangka hari raya Imlek 2566 itu bagi warga Tionghoa terutama ditujukan bagi keselamatan bangsa. ”Agar pemerintah yang baru, yang dipimpin Presiden Joko Widodo, selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa,” katanya lagi.

Berita Rekomendasi

Aan Anshori menambahkan, warga Tionghoa di Jombang berhubungan sangat baik dengan komunitas pelestari ajaran dan nilai-nilai yang diwariskan oleh Gus Dur tentang Bhinneka Tunggal Ika. Ajaran itu disederhanakan penyebutannya dengan istilah ”Gus Durian”, yang artinya mewarisi ajaran Gus Dur.

Di pusara Gus Dur, warga Tionghoa Jombang itu mewarnai tahun baru Imlek sebagai saat untuk berbuat sekecil apa pun bagi persatuan Indonesia, seperti yang selalu diingatkan oleh mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu. Hal yang sama juga dilakukan ratusan warga Tionghoa di tempat ibadat Tri Dharma Liong Hok Bio di Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu malam. Mereka juga berdoa, menyambut Imlek, untuk kerukunan bangsa.

”Kami berharap agar terjadi pembaruan dalam kehidupan seluruh umat. Kita semua, segenap bangsa ini, bisa hidup rukun, harmonis tanpa sekat,” ujar Pandita Liem Wui Hiung, yang memimpin perayaan itu. Dalam suasana menyambut Imlek, warga Tionghoa juga mendoakan agar Indonesia jaya dan rakyat selalu sejahtera. Kondisi bangsa yang rukun dan sejahtera akan mendatangkan rezeki berlimpah, kesehatan yang baik, dan umur panjang.

Ketua Yayasan Tri Bhakti Paul Chandra Wesi Aji menambahkan, tahun ini dalam kalender Tiongkok merupakan Tahun Kambing Kayu. Kambing dengan sifatnya yang suka bergerombol, rukun dengan kelompoknya, diharapkan juga mampu memberikan inspirasi bagi segenap bangsa untuk membina kerukunan serupa. ”Lebih baik kita sudahi kegaduhan politik. Marilah manfaatkan waktu untuk melanjutkan membangun negara dan bangsa,” ujarnya.

Pesan kebersamaan

Bukan hanya di Jombang dan Magelang, perayaan Imlek di Makassar, Palembang, Surabaya, Singkawang, dan sejumlah kota lain di negeri ini juga menjadi wahana untuk mewujudkan kebersamaan antarwarga bangsa. Ketika warga Tionghoa mendatangi kelenteng untuk berdoa, menyambut datangnya tahun baru Imlek, umat beragama yang lain menemaninya dalam suasana toleransi. Tidak ada halangan bagi warga Tionghoa.

Di Kelenteng Dewi Kwan Im Kelurahan 10 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Kota Palembang, misalnya, sejak Rabu sore warga sudah berdatangan. Jumlah mereka kian banyak saat malam tiba. Asap dan aroma hio tercium dari jarak puluhan meter, menembus rintik hujan yang dianggap sebagai berkah.

”Setiap Imlek tiba kami selalu menyambut dengan sukacita. Harapannya, pada tahun baru ini semua bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik, baik itu menyangkut kesehatan, rezeki, maupun lainnya,” ujar Antony, warga keturunan Tionghoa Palembang.

Chandra, warga Tionghoa di di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menambahkan, ia memanjatkan doa bagi negeri ini dalam Imlek kali ini. ”Saya berharap negara selalu aman dan tidak muncul kasus yang membuat perekonomian terhambat lagi,” ujarnya. (CHE/DRA/BAY/WER/ZAK/ENG/ESA/ZAL/REN/FRN/WHO/ETA/EGI)

Tags:
Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas