Buta dan Ditinggal Orangtua, Slamet Tetap Gigih Berjuang untuk Sekolah
Keterbatasan fisik berupa kebutaan sejak lahir hingga ditinggalkan oleh orangtuanya tak menyurutkan niat Slamet (16) untuk terus sekolah.
Editor: Sugiyarto
Doa Slamet pun terjawab. Ia terpilih mewakili sekolah yayasan untuk maju dalam pertandingan tenis meja tingkat nasional.
Perjuangan kerasnya pun akhirnya membuahkan hasil. Remaja yang mempunyai hobi membaca novel dan menulis cerpen ini meraih juara pertama.
"Target saya pokoknya juara, entah 1, 2, atau 3. Biar bisa untuk bayar sekolah, eh ternyata saya juara 1, dapat Rp 4 juta," ujarnya.
Uang hasil perjuangannya itu digunakan untuk membayar sekolah dan hidup sehari-hari hingga lulus sekolah. Tak berhenti di situ, setelah lulus, Slamet pun mencoba mencari informasi sekolah SMP.
Dari beberapa sekolah, dia memilih untuk mendaftar di SMP 2 Sewon Bantul.
"Saya daftar sendiri dan cari kos sendiri. Saya ingin sekolah pokoknya, biayanya dari Rp 4 juta dulu itu," tuturnya.
Lama-kelamaan, uang Rp 4 juta yang ada di tabungan pun mulai berkurang, Slamet merasa tak mampu lagi untuk membayar uang kos.
Temui Guru
Dalam situasi itu, Slamet menemui gurunya dan menyampaikan kesulitannya. Bahkan, dia sempat terucap ingin keluar dari sekolah karena memang kondisinya tidak memungkinkan.
"Saya mau keluar, berhenti sekolah. Tidak enak kalau merepotkan, tapi tidak boleh," katanya.
Melihat begitu besar niat Slamet untuk sekolah, guru yang menjadi tempat curhat menyampaikan ke kepala Sekolah.
Mendengar cerita itu, Kepala Sekolah SMP 2 Sewon Bantul Asnawi memutuskan memberikan ruang Pramuka yang kosong sebagai tempat tinggal Slamet.
"Bapak ibu guru dan bapak kepala sekolah begitu peduli sama saya," ucapnya.
Di ruang Pramuka tersebut, ada dua lemari yang menyekat ruang tersebut. Di balik lemari tersebut, ada dua kasur lantai tipis, yang di atasnya tergeletak tumpukan pakaian dan sebuah gitar.