Kisah Petinju Peringkat 2 Asia Tenggara yang Jadi Buruh Angkut Semen
Pria satu ini mungkin cukup terkenal pada era tahun 90-an bagi masyarakat Palembang dan sekitarnya.
Editor: Sugiyarto
Bahkan untuk di kelasnya yakni 58.9 kg, Damin pernah tercatat petinju peringkat dua se Asia Tenggara.
"Semua ini hanya untuk kenangan saja. Sekedar bercerita untuk anak-anak bawah orangtuanya ini dulu adalah seorang petinju nasional".
"Tapi kini hanya bekerja sebagai buruh angkut semen yang sehari-hari dapat upah Rp45 ribu".
"Tapi Alhamdulillah keluarga menerima meskipun ada kekurangan, tapi saya tetap kerja demi anak dan istri," ujar Damin.
Ditanyai mengapa dirinya pensiun dari olahraga tinju yang digelutinya hingga menjadikannya sebagai juara nasional, pria kelahiran 2 Februari 1967 ini mengatakan bahwa kehidupan petinju pada masanya itu tidak begitu diperhatikan.
Terutama untuk menuju kejuaraan tinju level internasional. Karena sepinya pertandingan untuk kejuaraan lokal, maka ia pun memutuskan pensiun dari ring tinju.
"Sewaktu saya juara nasional dan masuk peringkat kedua se Asia Tenggara, saya banyak dapat tawaran untuk bertanding di luar negeri".
"Tapi saat ini tidak ada dana promotor dan akhirnya saya stop bertanding," ujar Dami yang mengidolakan petinju dunia Mohammad Ali.
Selama karirnya sebagai atlet tinju dari amatir hingga profesional, Damin mengakui dirinya memiliki ciri khas tersendiri dalam setiap kali pertandingan. Terutama jab kirinya yang sangat ditakuti lawan tandingnya.
"Selama karir saya naik ring, saya pernah bikin KO lawan pada ronde pertama. Padahal lawan itu adalah petinju peringkat lima nasional".
"Selama bertinju di amatir, jumlah pertandingan saya ada 50 kali. Kalau di kelas profesional ada 35 kali pertandingan".
"Sepanjang saya bertanding, saya tidak pernah kalah KO. Tapi saya dua kali kalah yakni kalah angka dan kalah akibat diskualifikasi," ujarnya.(Welly Hadinata)