Menpar Arief Yahya Getol Bangun Belitung Dengan “pintu” Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata
Mengapa Menpar Arief Yahya getol membangun Belitung dengan “pintu” Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata?
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengapa Menpar Arief Yahya getol membangun Belitung dengan “pintu” Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata?
Apa untung ruginya? Bukankah dengan rumus 3A –Aksesibility, Atraction, Aminity—sudah cukup untuk menjadikan Tanjung Kelayang Belitung menjadi destinasi kelas dunia?
Pertanyaan seperti itu lumrah saja mengendap di benak publik. Menpar Arief Yahya pun menjelaskan bahwa KEK itu merupakan Paket Kebijakan Jilid VI yang sudah dilaunching oleh Menko Perekonomian, pada 5 November 2015 lalu.
"Peraturan Pemerintah (PP) No 96/2015 yang mengurus soal KEK ini juga sudah diterbitkan pada 21 Desember 2015. “Isinya tentang fasilitas dan kemudahan di kawasan ekonomi khusus,” jelas Arief Yahya.
Mengutip definisi menurut Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia (AKPI), yang dimaksud KEK Pariwisata adalah kawasan industri pariwisata yang sekurang-kurangnya terdiri dari enam jenis usaha pariwisata, yaitu jasa makanan dan minuman; daya tarik wisata alam, budaya, dan buatan; penyediaan akomodasi; penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; penyelenggaraan pertemuan, perjalanan, insentif, konferensi dan pameran; dan spa; yang seluruhnya saling terkait dan terintegrasi sebagai destinasi wisata.
“Biar mudah membayangkan, silakan ke Nusa Dua Bali. Di sana ada Bali Nusa Dua Convention Center, ada perhotelan, memiliki akses khusus untuk masuk ke kompleks itu, dijaga khusus, diatur secara khusus pula, komposisi jalan, boulevard, landscape, pantai bersama, tertata rapi dan terorganisasi dengan baik. Nusa Dua itu hanya 350 hektare. Sedangkan, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung dan Mandalika yang sudah dirancang KEK Pariwisata nanti kira-kira tiga kalinya Nusa Dua,” kata Menteri Pariwisata Arief yahya.
Tanjung Lesung Banten dan Mandalika Lombok sudah lebih dari 24 tahun mandek? Tidak bergerak? Investor sepertinya juga tidak begitu tertarik?
“Nah, itulah pentingnya KEK. Ada insetif dari pemerintah pusat, ada insetif dari pemerintah daerah, dan pemerintah akan membangun connectivity, dan itu sudah ditunjukkan dengan akan diperpanjang dan diperlebar airport. Juga akses dermaga atau marina di pantai, untuk lalulintas laut,” kata dia.
Soal dua KEK yang masih dinilai “jalan di tempat”, itu sudah mulai melakukan percepatan.
“Saya sudah pelajari di mana critical success factornya, dan dari titik itulah kami melakukan percepatan. Silakan dicek saja, bagaimana percepatan di dua KEK itu? Mereka mulai bergerak lebih cepat, karena target 20 juta tahun 2019 itu memang tidak bisa dijalankan ala kadarnya, harus sangat cepat,” jelasnya.
Intinya, areka khusus di KEK itu, lanjut Arief, memiliki akses ke pasar global, memiliki fasilitas insentif, dan punya daya saing ekonomi yang kuat. Akses, insentif, dan daya saing.
Dia mencontohkan soal kepabeanan, perpajakan dan cukai. Untuk total nilai investasi sebesar lebih dari Rp 1 Triliun, ada pengurangan Pph selama 10 sampai dengan 25 tahun, sebesar 20% sampai 100%.
Sedangkan total nilai investasi kurang dari Rp 500 M sampai Rp 1 T, ada pengurangan Pph selama 5-15 tahun, sebesar 20% - 100%. Lalu, barang dan bahan untuk diolah, barang yang diperuntukkan selama produksi, dan barang modal, tidak dipungut biaya PPn dan PPNBM, yang nilainya sangat besar.
Masih banyak lagi fasilitas atau insentif yang diberikan negara buat para investor di KEK.