Sudah 26 Desa Adat Tolak Reklamasi, ITS Tolak Tawaran Kajian Teluk Benoa
Penolakan itu dilakukan dengan berkembang satu per satu setiap harinya melalui deklarasi turun ke jalan.
Penulis: I Made Ardhiangga
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Hingga saat ini sudah 26 Desa Adat di Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektare.
Penolakan itu dilakukan dengan berkembang satu per satu setiap harinya melalui deklarasi turun ke jalan. Yang terakhir, ialah Desa Adat Legian.
Seiring hal itu, ternyata, Institusi Pendidikan di Surabaya, Institut Tekhnologi 10 November Surabaya (ITS) mengeluarkan surat penolakan tawaran kajian akademis dari PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI).
Ketua ForBALI, Wayan Gendo Suardana kepada Tribun Bali menyatakan, hingga saat ini sudah ada 26 Desa Adat yang menolak reklamasi. Dan kemungkinan besar gelombang ini akan terus bergulir seiring dengan masyarakat Bali yang dengan sadar betul meninginkan Reklamasi tidak dilakukan di kawasan Konservasi.
"Sudah 26 Desa Adat, dan gerakan ini akan terus kami lakukan sampai Perpres 51 Tahun 2014 dicabut. Dan reklamasi benar-benar tidak dilakukan di Teluk Benoa," ujarnya melalui sambungan pesan singkatnya, Senin (14/3/2016).
Sementara itu, Ketua LPPM ITS, Prof. Dr. Ir. Adi Soeprijanto, M.T. Membenarkan penerbitan surat penolakan itu, alasan penolakan bukan persoalan akademis semata-mata.
Namun persoalan sosial dan budaya serta terlebih menyangkut kepercayaan masyarakat Bali. Itu, selaras dengan 26 Desa Adat yang hingga saat ini sudah menyatakan penolakan.
"Sekitar satu setengah bulan atau dua bulan lalu penawaran itu kami terima. Dan belum genap sebulan kami sampaikan ke pihak sana (PT TWBI)," ucapnya melalui sambungan selulernya, siang ini.
Dia mengaku, persoalan menolak kajian itu juga sudah diselaraskan dengan banyak pihak. Baik teman atau orang Bali yang juga berada di Institusi Pendidikan tersohor di Surabaya itu.
Adapun juga perkembangan media massa di Bali yang mengungkapkan penolakan-penolakan dari masyarakat Bali.
"Kami tidak ingin terjebak atau ikut masuk dalam konflik yang belum sepenuhnya selesai dilakukan oleh pihak yang melakukan penawaran pada kami. Apalagi, konflik itu menyangkut masyarakat Bali," tuturnya.
Dalam surat itu, ITS menjelaskan bahwa mengucapkan terimakasih atas kepercayaan PT TWBI.
Namun, mencermati wacana yang berkembang pada masyarakat akhir-akhir ini, menurut hemat pihak ITS, bahwa tidak hanya menyangkut peroslan ilmiah akademik saja.
Tetapi lebih dari itu menyangkut persoalan sosial budaya masyarakat serta terlebih menyangkut kepercayaan Masyarakat Bali. Sehingga ITS memutuskan cenderung tidak menerima tawaran tersebut. (*)