Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Pahit Liliyana Natsir Menjadi Pebulutangkis Andal, Sang Ayah Sempat Terbebani

Perjalanan Liliyana Natsir menjadi pebulutangkis andalan Indonesia penuh lika-liku, termasuk dampaknya kepada pasangan Benno Natsir dan Olly Maramis.

Editor: Y Gustaman

Laporan Wartawan Tribun Manado, Alexander Pattyranie

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - "Saya dan Owi seperti belum percaya bisa juara. Tetapi, kami sangat bersyukur."

Kalimat itu meluncur dari Liliyana Natsir, pebulutangkis asal Manado yang baru saja merebut emas di Olimpiade Rio 2016 bersama pasangannya, Tontowi Ahmad.

Ganda campuran andalan Indonesia ini memastikan emas setelah meladeni pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, di final dua set langsung dengan skor 21-14 dan 21-12.

Orangtua Liliyana yang tinggal di Bengkel Korona Motor, Jalan 14 Februari Lingkungan II, Kelurahan Teling Atas, Kecamatan Wanea Manado, ikut menjadi saksi perjalanan Liliyana bisa sampai sekarang.

Sembari mengudap camilan, Benno Natsir (60) dan Olly Maramis (59), sudah yakin putrinya, Liliyana, bersama Tontowi menang mudah. Menurut Benno, ia tegang justru saat Tontowi/Liliyana meladeni pasangan nomor satu Tiongkok di semifinal.

Awalnya orangtua Benno tinggal di Kelurahan Bahu, Kecamatan Malalayang, saat bekerja di perusahaan swasta sejak 1976. Setelah menikahi Olly  pada 1979, Benno memutuskan mendirikan bengkel dan menjual suku cadang yang kemudian bernama Korona Motor.

BERITA REKOMENDASI

Pada tahun 1981 putri pertama mereka, Kalista, lahir membawa suka cita. Lima tahun berselang, tepatnya 9 September 1985, Liliyana lahir.

Kehadiran dua anak memaksa Benno harus bekerja lebih keras untuk menafkahi keluarganya. Seperti biasa, usaha yang ia geluti tak berjalan mulus namun ia tetap semangat.

Kala duduk di bangku kelas empat SD Eben Heazar Manado, Liliyana mengikuti Kejuaraan Bulutangkis Terbuka Tingkat SD se-Sulut Piala Ketua Bhayangkari Sulut Tahun 1995 dan keluar sebagai pemenang.

"Setelah menang, Liliyana meminta saya supaya bergabung dengan klub bulu tangkis untuk lebih serius," Benno mengengang keinginna putrinya saat itu.

Tanpa pikir panjang Benno memasukkan Liliyana ke Klub Bulutangkis Pisok Manado. Semuanya mengalir lancar, Benno tak terbebani dengan biaya latihan putrinya yang dikenal tomboy sejak kecil itu.


Sejumlah kejuaraan bulutangkis terbuka yang digelar di Gedung Olahraga Arie Lasut, Jalan AA Maramis Mapanget, dijuarai Liliyana.

Saat menginjak usia 14 tahun, Benno memutuskan memasukkan Liliyana ke Klub PB Bimantara Tangkas di Jakarta. Inilah babak baru kehidupan Liliyana: setelah tamat sekolah dasar, tidak melanjutkan ke sekolah menengah pertama, tapi fokus berlatih bulutangkis.

Sebagai orangtua, Benno dan Olly sempat khawatir akan masa depan sekolah Liliyana. Mereka sempat bertanya soal kelanjutan sekolahnya, tapi Liliyana bertekad memilih menjadi atlet bulutangkis.

"Dia bilang, 'sulit mengejar lari 3.000 meter saat berada di posisi 1.000 meter bila pikiran bercabang.' Jadi dia fokus latihan tanpa mempedulikan pendidikannya," beber Benno.

Kala berlatih di PB Bimantara Tangkas, sekarang PB Djarum Jakarta, Benno nyaris menyerah membiayai tempat tinggal, makan sehari-hari, bahkan agar Liliyana dapat mengikuti sejumlah kejuaraan.

Kala menginjak usia 15 tahun, Liliyana berhasil menjuarai sebuah kejuaraan bergengsi sehingga seluruh latihan hingga biaya hidupnya ditanggung, pemerintah bahkan memberinya uang saku.

"Di situ hidup mulai merasa ringan," cerita Benno penuh bangga. Saat final berlangsung, ia dan Olly menyaksikan putrinya tanding di layar televisi di ruang tengah rumahnya.

Sumber: Tribun Manado
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas