Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Nekad Jadi Kuli Bangunan di Malaysia Demi Anaknya Bisa Menjadi Perawat

Eko harus merasakan ditahan Imigresen Malaysia selama 36 hari lantaran bermasalah dengan izin tinggal di Malaysia

Penulis: Tito Ramadhani
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Nekad Jadi Kuli Bangunan di Malaysia Demi Anaknya Bisa Menjadi Perawat
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/TITO RAMADHANI
Eko Wiyanto (38), satu di antara TKI Bermasalah sesaat setelah tiba di Dinsos Kalbar, Kamis (4/5) dini hari. Ia bersama 96 TKI Bermasalah lainnya dideportasi Pemerintah Malaysia. 

Disinggung mengenai perbedaan kerjanya, ia menyebut sama saja.

"Bedanya hanya, kalau di Jawa pekerjaan bangunan tidak lancar, biasanya kerja satu minggu, tidak bekerjanya 15 hari, mau makan apa. Kalau di Malaysia, setiap hari ada pekerjaan bangunan. Tapi setiap minggu liburnya 1 hari sampai 2 hari," tuturnya.

Pria lulusan SMA ini mengungkapkan, ia sebenarnya nekad bekerja ke Malaysia, lantaran membutuhkan biaya untuk pendidikan ketiga anaknya.

Eko memiliki cita-cita, anak-anaknya harus mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya.

"Sawah ada di Jawa, tapi kalau ada hujan saja. Jadi hasilnya jauh kalau dibanding kerja di Malaysia. Namanya juga saya butuh biaya buat menyekolahkan anak. Anak saya ada 3, yang pertama sudah SMK, anak yang kedua sudah kelas 4 SD dan yang bungsu baru mau masuk kelas 1 SD," katanya.

Ia berharap adanya biaya, anaknya  bisa melanjutkan ambil sekolah perawat.

"Jadi walaupun bapaknya kuli, anak saya punya pendidikan lebih bagus, cita-cita saya begitu," ungkapnya.

Berita Rekomendasi

Selama ditahan pihak Imigresen Malaysia, Eko mengaku tidak pernah mengalami permasalahan.

Tak seperti pengalaman TKI lainnya yang pernah merasakan dipukul dan lainnya.

"Makan di Imigresen dua kali sehari. Enaknya kerja di Malaysia, hasilnya lumayan. Kalau ndak enaknya itu jauh dari keluarga saja. Tapi setiap hari saya menelpon anak dan istri," kata Eko.

Setiap tahunnya, Eko biasanya pulang ke Pati sebelum puasa, dan kembali lagi bekerja ke Malaysia setelah lebaran.

"Sebenarnya rindu sama keluarga, tapi demi anak bisa sekolah. Awalnya bekerja ke Malaysia saya takut, tapi demi ekonomi lebih baik, saya nekad saja," katanya.

Selama bekerja ke Malaysia saya selalu lengkap dokumennya, baru kali ini dideportasi.

"Di tempat saya itu tidak ada perusahaan penyalur TKI. Jadi saya masuk ke Malaysia, dulunya ikut sepupu saya. Dia sudah lebih dulu bekerja ke Malaysia, lebih 15 tahun dia bekerja di sana," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas