Pulau Bakung Layak Jadi Pulau Karantina Sapi
Keunggulan lain yang mendukung Pulau Bakung ditetapkan sebagai pulau karantina atau pusat peternakan berbasis pulau
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pulau Bakung, Desa Pasir Panjang, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), layak ditetapkan sebagai pulau karantina sapi sebagaimana diamanahkan dalam Undang - Undang Nomor : 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Hal itu diungkapkan Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset dan Sumber Daya Manusia (SDM) Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Ir. I Gede Suparta Budisatria, M.Sc, PhD dalam keterangan persnya usai melakukan observasi lapangan di Pulau Bakung atas undangan Bupati Lingga, Alias Wello, Sabtu (15/7/2017).
“Secara visual dan pengamatan di lapangan, Pulau Bakung layak ditetapkan jadi pulau karantina sapi atau pusat pengembangan peternakan berbasis pulau. Indikatornya dapat dilihat dari karakteristik pulaunya yang memiliki topografi yang landai. Selain itu, struktur tanahnya juga padat, sumberdaya airnya melimpah dan kaya dengan potensi pakan lokal,” ujarnya.
Keunggulan lain yang mendukung Pulau Bakung ditetapkan sebagai pulau karantina atau pusat peternakan berbasis pulau adalah letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Pulau Batam, Singapura dan Malaysia sebagai potensi pasar yang sangat prospektif, serta tidak memiliki cekungan yang memungkinkan terjadinya banjir.
“Saya sudah amati garis pantainya dan batasan air laut pada saat pasang tinggi. Secara visual dan berdasarkan keterangan masyarakat yang mendiami pulau itu secara turun temurun, Pulau Bakung ini aman dari banjir Rob yang diakibatkan oleh pasang air laut. Di Pulau Bakung ini juga tidak ditemukan habitat predator, seperti buaya yang dapat mengancam keselamatan hewan ternak,” jelas Gede.
Meski demikian, sambung Gede, keputusan layak tidaknya sebuah pulau ditetapkan sebagai pulau karantina yang bertujuan untuk memastikan hewan - hewan ternak impor terbebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merupakan kewenangan Kementerian Pertanian berdasarkan hasil kajian atau rekomendasi tim Badan Karantina Pertanian atau lembaga lain yang ditunjuk.
“Jadi, tim peternakan UGM sifatnya hanya mendampingi tim Pemerintah Kabupaten Lingga untuk melakukan kajian awal layak tidaknya Pulau Bakung diusulkan sebagai Pulau Karantina berdasarkan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.
Sementara itu, Bupati Lingga, Alias Wello menaruh harapan besar agar Pemerintah Pusat dapat menetapkan Pulau Bakung sebagai pulau karantina atau pulau yang dapat digunakan untuk tindakan karantina hewan terhadap ternak ruminasia indukan, ternak, dan/atau produk hewan yang berasal dari zona bebas penyakit hewan menular.
“Kami punya 604 pulau kecil dan besar. Ada sekitar 506 pulau yang masih kosong dan sangat potensial dijadikan pulau karantina sapi. Salah satunya adalah Pulau Bakung di Desa Pasir Pajang, Kecamatan Senayang,” ungkapnya.
Awe, sapaan akrab Bupati Lingga ini, berharap Pulau Bakung yang memiliki luas kurang lebih 5.716 hektar dengan jumlah penduduk sekitar 1.022 jiwa yang terkonsentrasi di kawasan pesisir pantai dapat menjadi solusi atau model untuk mengantisipasi penyebaran penyakit pada hewan ternak impor, khususnya ternak sapi.
“Sebetulnya, sejumlah lembaga penelitian sudah pernah merekomendasikan pengembangan peternakan berbasis pulau karena katerbatasan lahan di daerah – daerah yang populasi penduduknya mulai padat. Tapi, belum banyak yang berani memulainya. Karena itu, saya mengajak fakultas perternakan UGM mendampingi kami untuk merealisasikannya,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kementerian Pertanian menetapkan Pulau Naduk di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung sebagai pulau karantina. Pulau ini diharapkan dapat digunakan untuk menampung sapi - sapi impor untuk mengantisipasi penyebaran penyakit, khususnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Namun, setelah dilakukan proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), pulau tersebut dianggap tidak memenuhi syarat sebagai tempat karantina hewan. Salah satu penyebabnya adalah kondisi topografi pulau itu sendiri yang memiliki cekungan dengan kedalaman hingga 80 cm di atas permukaan laut.
“Kondisi itu dapat membuat pulau Naduk rawan terendam banjir rob. Bahkan pada saat melakukan kegiatan Amdal, lokasi itu terendam karena Rob. Ini kendala teknis. Di sana juga ada habitat buaya,” kata Kepala Badan Karantina Kementan, Banun Harpini.