Bumi Kuwojo Menyimpan Cerita Hidup Gajah Purba Jutaan Tahun Lalu
Ada ribuan fragmen fosil berhasil ditemukan dan diselamatkan komunitas pelestari fosil dan Kepala Desa Banjarejo, Achmad Taufik.
Editor: Y Gustaman
Sayang, gading gajah temuan warga Kuwojo itu lenyap setelah berpindah ke tangan pedagang gelap fosil.
Hasil penelitian awal, wilayah sebaran yang mengandung fosil fauna vertebrata mencapai garis tengah 2,5 kilometer.
Identifikasi awal fosil yang dikumpulkan di rumah Kepala Desa Banjarejo, ada 600an fragmen fosil terdiri 15 familia/keluarga fauna darat maupun air. Ada familia Elephantidae (gajah), Bovidae (kerbau, banteng, antelop).
Ada famili Cervidae (rusa), Rhinocerotidae (badak), Hippopotamidae (kuda sungai), Felidae (harimau, singa, kucing), Crocodylidae (buaya muara) Lamnidae (hiu putih). Kemudian famili Charcharhinidae (hiu banteng), Bivalvia (kerang), Gastropoda (siput, keong), Canidae (serigala, anjing hutan), dan Gavialidae (buaya sungai).
Dari temuan-temuan fosil beraneka ragam famili fauna darat dan air itu, untuk wilayah darat, Banjarejo dulu berupa sabana dan hutan terbuka, hutan tertutup rapat dan basah, serta lingkungan darat yang dekat dengan air. Bisa rawa-rawa laut atau tepian sungai.
Menurutnya, tidak banyak situs-situs Plestosen yang mampu mengkonservasi peninggalan fosil relatif lengkap.
Di Sangiran saja, relatif hanya temuan Hypopotamus (kuda sungai) yang pernah ditemukan utuh fosilnya.
"Fakta ini sangat menarik bagi kajian kesejarahan purba. Mungkin nanti bisa menjawab misteri lingkungan di sisi utara cekungan Solo yang pernah jadi hunian besar homo erectus di masa Plestosen hingga kepunahannya," lanjut Wahyu.
"Selama ini kita hanya tahu, hominid hidup, berkembang, dan bertahan di sebelah selatan Zona Kendeng, di sepanjang cekungan dan alur Bengawan Solo. Banjarejo ini mungkin bisa memberi kejutan," kata Wahyu optimistis.
Keyakinan itu bukan tanpa dasar. Penelitian awal Tim BPSMP Sangiran telah mengendus aktivitas hominid, menyusul temuan bola batu berfaset di utara Dusun Nganggil dan Ngrunut.
"Ini temuan signifikan terkait alat kerja manusia purba," lanjut pria asal Klaten ini.
Bola batu berfaset ini peralatan buatan tangan yang juga ditemukan di situs Sangiran, dan beberapa situs lain di Afrika, Asia, Eropa, dan benua Amerika. Batu bulat berfaset di Banjarejo berbahan batu gamping kersikan yang sangat keras karena kuatnya unsur silika.
"Saya yakin, suatu saat mereka (hominid) akan muncul, entah sengaja karena dicari atau memunculkan dirinya sendiri," tukas peneliti yang menimba ilmu dari Dr Harry Widianto, paleoantropolog terkemuka Indonesia saat ini.
Wajah Mbah Rusdi tampak semringah, sembari menyapu sampah plastik di tegalan yang kini diotopsi para ahli untuk dikuak rahasianya yang terpendam.
Ribuan orang telah menyambangi "sang gajah" sejak ditemukan awal bulan lalu. "Saya rela kalau negara menggunakan tanah ini," katanya.
Sore itu, bukit Kuwojo kembali disergap kesunyian, sesenyap tidur abadi gajah purba itu selama bermilenium. Puncak Lawu tampak samar, menjulang anggun nan jauh di selatan sana.