5 Dampak Erupsi Gunung Agung Yang Tengah Dirasakan Secara Nyata Oleh Masyarakat Bali
Pemotongan ini berupa hari kerja yang sebelumnya 6 hari seminggu menjadi hanya 3 hari kerja sehingga uang servis pun berkurang
Editor: Hendra Gunawan
DENPASAR – Erupsi Gunung Agung berdampak besar bagi dunia pariwisata di Bali.
Dampaknya pun mulai terasa kini terutama akan adanya 5 Hal berikut ini :
1. Adanya Pemotongan Jam Kerja Karyawan
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (akrab dipanggil Cok Ace) membenarkan adanya pemotongan jam kerja karyawan di hotel-hotel. Menurutnya ini lebih baik daripada harus PHK. Setidaknya kini sudah ada sekitar 1.000 hotel di Bali yang melakukannya
2. Uang Servis Karyawan Dikurangi
Adanya pengurangan jam kerja berdampak pada uang servis karyawan. Pemotongan ini berupa hari kerja yang sebelumnya 6 hari seminggu menjadi hanya 3 hari kerja sehingga uang servis pun berkurang. Yang paling terkena dampaknya adalah karyawan kontrak dan tenaga training.
3. Bandara Ditutup Okupansi Hotel Anjlok
Ketika Gunung Agung erupsi yang berdampak pada penutupan bandara beberapa hari, sehingga sejumlah hotel langsung anjlok tingkat okupansinya.Okupansi hotel berbintang di Ubud, misalnya, hanya 20 hingga 22 persen karena terkena dampak ikutan erupsi. Bahkan okupansi homestay di Ubud hanya 5 hingga 8 persen.Sedangkan kawasan seperti Kuta dan Nusa Dua, okupansi hotel berbintang tinggal 30 persen dan hotel non-bintang hanya 8 sampai 10 persen. Padahal bulan Desember memasuki peak season.
4. Berharap Jangan Ada PHK
Cok Ace berharap hotel-hotel baik yang tergabung PHRI atau tidak untuk tidak panik agar tidak memberikan kesan kurang baik bahwa pariwisata Bali terpuruk. “Kalau melakukan PHK kok terlalu prematur ya, karena erupsi Gunung Agung juga belum begitu lama,” jelasnya.
5. Solusi Pariwisata di Tengah Keadaan Gunung Agung Kini
Cok Ace mengatakan, dalam kondisi seperti ini sebaiknya hotel melakukan renovasi propertinya, yang nanti bisa jadi promosi baru ketika situasi sudah mulai normal kembali.
Sedangkan Sekretaris Regional Serikat Pekerja Mandiri Bali, Ida I Dewa Rai Budi mengatakan merujuk pada Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja (Menaker) No 907/2004 tentang tata cara efisiensi/berhemat dalam produksi biaya, ada langkah yang bisa ditempuh.
Pertama, perusahaan mengurangi biaya energi.
Misalnya tidak menggunakan lantai yang tidak ada kamarnya, sehingga hemat listrik dan sebagainya.
Kedua, mengurangi jumlah orang di level manajer daripada pekerja lokal.
“Kalau pekerja seharusnya giliran paling akhir. Sebab, upahnya paling murah, kalau dipotong lagi tak akan berefek besar bagi efisiensi. Akan lebih terasa penghematannya dengan memotong yang sudah bergaji besar. Kebijakan ini pun harus dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dengan pekerja.Kalaupun tidak ada serikat pekerja ya berdasarkan kesepakatan bipartit,” jelasnya. (*)