Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anak-anak Mentawai Seberangi Sungai dan Berjibaku dengan Lumpur Demi Menempuh Pendidikan

Sedari pagi, sejumlah anak Mentawai berjibaku dengan lumpur demi menempuh pendidikan di Mentawai.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Anak-anak Mentawai Seberangi Sungai dan Berjibaku dengan Lumpur Demi Menempuh Pendidikan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah anak melintas di Dusun Gorottai lama di Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Rabu (29/11/2017) Dusun Gorottai merupakan salah satu pemukiman yang kurang diperhatikan karena jarak tempuh yang jauh dan kini hanya ada 13 Kepala Keluarga di dusun tersebut dan belum ada listrik yang masuk ke pemukiman tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. 

Setelah membaca doa bersama, Leperia langsung meminta murid Kelas 4 yang terdiri dari dua orang untuk membuka buku pelajaran Matematika.

Leperia langsung memberikan materi pelajaran dan memberikan tugas di papan tulis putih (white board).

"Mata pelajarannya setiap hari campur-campur. Ada IPA, Matematika dan Bahasa Indonesia. Semisal kita fokus dulu Matematika untuk yang Kelas 2, kalau IPA untuk Kelas 4 bisa dikondisikan dengan meminta muridnya mencatat dahulu," kata Leperia saat ditemui usai mengajar.

Seorang warga memasak di rumahnya di Dusun Gorottai, Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Rabu (29/11/2017) Dusun Gorottai merupakan salah satu pemukiman yang kurang diperhatikan karena jarak tempuh yang jauh dan kini hanya ada 13 Kepala Keluarga di dusun tersebut dan belum ada listrik yang masuk ke pemukiman tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN.
Seorang warga memasak di rumahnya di Dusun Gorottai, Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Rabu (29/11/2017) Dusun Gorottai merupakan salah satu pemukiman yang kurang diperhatikan karena jarak tempuh yang jauh dan kini hanya ada 13 Kepala Keluarga di dusun tersebut dan belum ada listrik yang masuk ke pemukiman tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca: Marianti Berharap Kelima Anaknya Sukses Tanpa Melupakan Adat-istiadat Suku Mentawai

"Intinya, pemberian materi pelajaran ke murid diberikan kepada murid. Di akhir diberi banyak penjelasan supaya fokus. Saya selalu berikan PR (tugas pekerjaan rumah enggak terkejar waktunya di sekolah)," sambungnya.

Leperia mengakui, selain akses jalan yang sulit dan minimnya sarana prasarana pendidikan, ada banyak tantangan lain saat mengajar di sekolah di daerah pedalaman.

"Awalnya mereka belajar di kelas masing-masing. Tapi, agak susah juga mengatur waktunya. Dan terkadang kalau salah satu kelas ditinggal, mereka naik-naik ke rangka atas asbes seng. Karena sering begitu, jadinya belakangan muridnya saya gabung di satu kelas," kata Leperia.

BERITA TERKAIT

Honor Kecil
Leperia menceritakan, dirinya telah lebih setahun mengajar untuk anak-anak Kampung Gorottai.

Sebagian buku pelajaran yang digunakan merupakan buku pelajaran sekolah lama dan telah banyak sobekan.

Ia rela mengajar di daerah pedalaman meski mendapat honor kecil karena ingin anak-anak Suku Mentawai bisa mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan anak lainnya.

Leperia selalu menyisihkan honornya untuk biaya keluarga dan biaya kuliah. Saat ini, ia tengah menempuh kuliah di Universitas Terbuka jurusan PGSD di pusat Kecamatan Siberu Utara.

Ia pun harus pandai membagi waktu karena segera mengikuti ujian akhir di kampusnya.

"Saya lagi memikirkan bagaimana membagi waktu saat ujian UT dan bersamaan juga dengan ujian anak-anak di sekolah ini. Sedikit pusing untuk bagi waktu buat soal ujiannya," ujarnya.

Saat ini, Leperia bersama YCMM tengah memperjuangkan agar Sekolah Uma Gorottai mendapatkan Nomor Induk dari kantor Dinas Pendidikan kabupaten dengan tujuan lulusan sekolah ini bisa diakui dan melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP.

Sebelumnya, sejumlah murid terpaksa pindah ke sekolah SD di Desa Sirilanggai di dusun tetangga saat naik ke Kelas atau Kelas 6.

Perjalanan puluhan kilometer ke sekolah tersebut dilakukan agar mereka bisa mendapatkan nomor induk siswa dan mengikuti ujian akhir.

Ratna dan adiknya, Klara, adalah satu dari sejumlah anak suku Mentawai yang hidup di pedalaman dan mencoba menimba ilmu untuk meraih cita-citanya.

Keduanya tetap bersemangat bersekolah meski dalam kondisi serba kekurangan sarana prasarana pendidikan, akses jalan hingga penerangan.

Hingga saat ini, keduanya selalu belajar malam hari di rumah meski hanya ditemani temaram pelita.

Ratna yang menyukai pelajaran Bahasa Indonesia dan adiknya yang gemar pelajaran Matematika mempunyai cita-cita sama, yaknu menjadi guru seperti Leperia.

"Aku juga mau jadi Bu guru," ucap Klara.

Koordinator Divisi Pendidikan dan Budaya YCMM, Tarida Hernawati menceritakan, pihaknya bersama warga dan pihak terkait mendirikan Sekolah Uma Gorottai di Dusun Ukra pada Juni 2016.

Pendirian sekolah tersebut dilatarbelakangi ditutupnya sekolah Katholik di kampung mereka, Gorottai, sejak empat tahun lalu karena terus berkurangnya jumlah murid.

Menurut Tarida, meski saat ini jumlah murid Sekolah Uma Gorottai hanya empat orang, hal itu sudah sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 72 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus.

Warga memanen buah pinang di Dusun Gorottai lama di Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Rabu (29/11/2017) Dusun Gorottai merupakan salah satu pemukiman yang kurang diperhatikan karena jarak tempuh yang jauh dan kini hanya ada 13 Kepala Keluarga di dusun tersebut dan belum ada listrik yang masuk ke pemukiman tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN.
Warga memanen buah pinang di Dusun Gorottai lama di Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Rabu (29/11/2017) Dusun Gorottai merupakan salah satu pemukiman yang kurang diperhatikan karena jarak tempuh yang jauh dan kini hanya ada 13 Kepala Keluarga di dusun tersebut dan belum ada listrik yang masuk ke pemukiman tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"YCMM terlibat di Gorottai sejak 2015 karena kami ada program bidang pendidikan yang memfasiliitasi sekolah altenartif di dalam hutan untuk masyarakat yang tidak punya akses. Saat itu kami kerja sama dengan UPTD Dinas Kecamatan Siberut Utara," ujar Tarida.

YCMM ikut tergerak membantu pendirian sekolah untuk anak-anak Gorottai setelah nama Dusun Gorottai dihapus dari daftar administrasi wilayah hingga membuat mereka tidak tersentuh program pemerintah setempat.

Padahal, setiap anak Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Dan hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah.

Sementara itu, para orang tua di Kampung Gorottai merasa cemas jika harus menyekolahkan anaknya di dusun lain karena jarak dan akses yang sangat sulit.

Di sisi lain, YCMM juga memahami masyarakat Kampung Gorottai tetap bertahan di tanah adat mereka saat ada program relokasi, namun dianggap pihak luar sebagai bagian kelompok ekslusi sosial dan pembangunan pemerintah.

"Kami coba cari tahu dan gali apa penyebabnya. Menurut mereka, mereka tidak bisa jauh dari tanah adat mereka karena semu kehidupan mereka ada di situ, seperti ladang dan lainnya. Mereka tidak mau bertaruh dengan menjadi pendatang baru di kampung orang lain," ungkap Tarida.

Setelah dilakukan sejumlah pertemuan dan diskusi, akhirnya ditemukan solusi berupa pendirian sekolah khusus.

Semula, YCMM bersama pihak terkait hanya berupaya agar anak-anak Suku Mentawai fam Sirisurak di Kampung Gorottai bisa menulis dan membaca lewat fasilitas sekolah kecil ini.

Namun, kini lembaga ini berusaha agar Sekolah Uma Gorottai mendapatkan izin operasional dan terdaftar di Dinas Pendidikan setempat sehingga para murid bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP.

"Kami sudah ajukan dua kali, sudah tahun kedua. Itu kami ajukan agar dengan adanya izin operasional, maka sekolah ini sudah punya kekuatan sesuai peraturan," ujarnya. (abdul qodir_bersambung)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas