Perdagangan Sabu di Semarang Sudah Seperti Dagang Kacang, Harga Pahe Hingga Istilah Adu Banteng
Bahkan, ia berani memastikan sekarang ini lebih mudah memperoleh sabu dibandingkan dengan membeli kacang.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Alex (bukan nama sebenarnya) langsung tertawa mendengar peredaran sabu yang kian masif.
Sedikit pun ia tidak merasa kaget melihat fenomena itu. Bahkan, ia berani memastikan sekarang ini lebih mudah memperoleh sabu dibandingkan dengan membeli kacang.
Tribun Jateng berkesempatan secara ekslusif mewawancarai Alex sebagai pengedar sabu. Bahkan, ia bersedia memperlihatkan secara langsung mekanisme transaksi hingga proses pemakaian jika memang diperlukan.
Baca: Menelusuri Isu Jual Beli Mayat untuk Bahan Pratikum Mahasiswa di Semarang
Menjadi pengedar sabu telah dilakoni Alex sejak lima tahun terakhir. Tetapi, pekerjaan itu hanya dianggapnya sebagai sampingan. Dalam jalur pendistribusian sabu, ia berperan sebagai pengecer.
"Awalnya saya jual obat-obat keras. Jalan satu tahun, mulai jual sabu. Tapi keduanya hanya pekerjaan sampingan, karena saya juga ada pekerjaan utama yang normal," katanya, baru-baru ini.
Alex mulai merambah sabu karena melihat potensi penjualan yang cukup tinggi. Bahkan, peningkatannya lebih banyak dibandingkan dengan peminat obat keras.
Menurut dia, bandar narkoba kebanyakan merupakan orang yang mendekam di penjara, atau narapidana. Mereka mengendalikan transaksi dari dalam lapas. Di bawahnya, ada beberapa orang yang disebut tim peluncur.
Si peluncur ini bertugas mengambil narkoba dari bandar besar dan menyimpannya. Selain itu, peluncur juga bertugas mendistibusikan 'barang' ke pengecer atau konsumen langsung berdasarkan perintah tuannya yang ada di lapas melalui pesan singkat atau telepon.
"Bukan rahasia umum kalau di lapas narapidana bisa pegang handphone ya? Bandar besar biasanya dari Jakarta. Jadi ngambilnya di sana, tapi kadang transit dulu di Pekalongan," paparnya.
Dalam pendistribusian barang dari tim peluncur ke pengecer atau konsumen akhir, Alex menuturkan, ada dua istilah yang digunakan. Adu banteng yaitu bertemu langsung, dan alamat yakni dengan cara meletakkan sabu di lokasi tertentu tanpa harus saling berjumpa.
"Ketika mengambil barang dengan cara alamat harus benar-benar sepi. Jika ada orang atau mobil di dekat lokasi, pelaku nggak akan berani mengambil. Mereka memilih untuk mengganti alamat tujuan," imbuhnya.
Cara yang paling sering digunakan adalah alamat, karena dianggap lebih aman. Sedangkan adu banteng hanya dilakukan jika antar-dua pihak sudah saling kenal akrab.
Penentuan lokasi menjadi hak dari penjual. Selanjutnya pembeli akan mendapatkan lokasi pengambilan barang secara rinci melalui pesan singkat.