Drama Musikal Ambar - Ketawang Siap Dipentaskan 8 Juli Mendatang
Pertunjukan seni kontemporer yang memadukan beragam disiplin ilmu seni di Yogyakarta makin sering digelar.
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja Yudha Kristiawan
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Pertunjukan seni kontemporer yang memadukan beragam disiplin ilmu seni di Yogyakarta makin sering digelar.
Kali ini sebuah drama musikal berjudul Ambar dan Ketawang bakal segera bisa dinikmati oleh pecinta seni pertunjukkan pada akhir pekan nanti, 8 Juli 2018.
Drama musikal Ambar dan Ketawang merupakan hasil karya kolaborasi seluruh elemen seni yang hadir diatas panggung.
Para pemain merupakan dalang, aktris teater dan penari.
Dialog yang hadir diatas panggung ditulis oleh masing-masing tokoh yang berperan dalam pertunjukan Drama Musikal Ambar dan Ketawang.
Ide cerita pertunjukkan ini datang dari Eka Nusa Pertiwi sekaligus sebagai sutradara.
Eka menjelaskan, semua seniman yang terlibat yakni, dalang, penari, pemain teater, musisi dan semua elemen yang terlibat diberi keleluasaan mengeksplorasi ide dan gagasan yang ditawarkan dan disepakati bersama.
Baik sutradara, komposer dan koreografer bekerja sama dalam mengemas tampilan pertunjukan, dan mencoba menggali dan mengolah serta menata kreativitas para pemain untuk menghidupkan peran mereka diatas panggung hingga sesuai apa yang diharapkan bersama.
"Bagi saya sebagai sutradara, ini merupakan proses yang menarik perhatian dan fokus saya untuk selalu jeli melihat potensi para pemain dalam mengemas adegan menjadi lebih segar dan tetap memiliki makna secara filosofi," jelas Eka.
Lanjut Eka, cerita Ambar dan Ketawang secara ide dan gagasan merupakan cerita fiksi yang ia buat dari hasil riset Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta tentang sejarah gunung gamping serta asal mula Yogyakarta.
Sri Sultan HB 1 mendirikan sebuah pesanggrahan di Ambarketawang ketika membangun kota Yogyakarta.
Bagi Eka, pertunjukkan Drama Musikal Ambar dan Ketawang merupakan ungkapan rasa syukurnya sebagai anak muda kepada Sri Sultan HB 1 atas hasil karya cipta, rasa dan karsa yang dapat dinikmati keindahan dan keagungannya sampai saat ini.
Eka mencontohkan, Kraton Yogyakarta, Taman Sari, Pabrik Gula dan lainnya semua dibangun dengan menggunakan batu gamping.
Momen tersebut merupakan bukti bahwa beliau mengajarkan kami sebagai generasi penerus bangsa dalam mengolah sumber daya alam agar bisa dinikmati oleh masyarakat secara turun temurun.
Begitu pula dengan tradisi bekakak yang hingga saat ini masih dilestarikan kebudayaan serta nilai historisnya.
"Momen yang sangat menginsprirasi tersebut, menarik perhatian saya dalam mengolah ide cerita hingga menjadi sebuah pertunjukan Drama Musikal Ambar dan Ketawang," kata Eka.(TRIBUNJOGJA.COM)