Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Remaja Asal Minahasa 49 Hari Terombang-ambing Hingga Laut Guam, Ini Cara Ia Bertahan Hidup

Sebelumnya diberitakan Aldi Novel Adilang (18) Warga Wori Minahasa Utara hanyut pada pertengahan Juli 2018 diselamatkan

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kisah Remaja Asal Minahasa 49 Hari Terombang-ambing Hingga Laut Guam, Ini Cara Ia Bertahan Hidup
Tribun Manado/Arthur Rompis
Aldi Adilang 

Di matanya, pekerjaan itu menjanjikan hingga Aldi bisa menopang ekonomi keluarga.

"Teman temannya banyak yang naik rakit juga," ujarnya.

Net bukannya tidak paham dengan resiko yang akan dialami anaknya.

Namun tekanan ekonomi membuatnya terpaksa merelakan anaknya berjuang di lautan.

"Memang di rakit itu mesti kuat mental, mandiri serta kuat fisik, bahayanya banyak, saya suruh ia bawa Alkitab dam berdoa setiap pagi dan malam, " katanya.

Ungkap Net, Aldi yang masih bujang kerap memberikan gajinya untuk kedua orang tuanya.

Terakhir Aldi membiayai biaya rumah sakit ketika Net masuk rumah sakit.

BERITA TERKAIT

Net menyatakan, Aldi bukan kali ini saja hanyut.

Sebelumnya sudah dua kali ia hanyut.

"Namun kala itu bisa diselamatkan kapal," beber dia.

Pada peristiwa ketiga ini, ia benar benar kapok.

Sebut Net, sang anak masih trauma.

"Ia katakan tak mau kerja di rakit lagi, dia inginnya kerja di kapal laut saja, " katanya.

Sempat Ingin Akhiri Hidup, Diburu Ikan Raksasa

Selama 1 bulan 18 hari, Aldi Adilang (18), berada dalam keadaan antara hidup dan mati di atas rakit di tengah lautan lepas.

Rakit yang dijaganya putus di Pulau Doi, perairan Ternate, Maluku Utara.

Nyaris rakit berukuran 2 kali 3 meter tersebut jadi kuburannya. Nyawanya tertolong setelah dievakuasi sebuah kapal di perairan Guam.

Saat Tribun datang Senin siang, Aldi baru saja tiba bersama ayahnya.

Keduanya naik motor seharian bersama - sama. "Saya rindu mereka, " kata Aldi.

Aldi nampak masih trauma. Dia menunjukkan sebuah foto rakit yang ditumpanginya dan lengannya bergetar. "Jujur saya masih trauma," kata dia.

Aldi bercerita peristiwa buruk yang dialaminya itu berawal dari lepasnya rakit yang ia tumpangi pada tanggal 14 Juli 2018.

"Saya ingat pukul 7 pagi gelombang keras menghempas, hal itu menyebabkan tali yang mengikat rakit bergesekan dengan bantalan rakit, tali itu lantas putus dan rakit ini hanyut," kata dia.

Aldi langsung melaporkan kejadian itu ke teman-temannya lewat HT. Sebuah pamboat dikirimkan.

"Pamboat itu berjaga di posisi dimana rakit teman saya berada karena diperkirakan rakit saya hanyut ke sana, tapi rakit hanyut ke tempat lain, " kata dia.

Pamboat terus mengejar. Kuatnya hempasan ombak menyebabkan pamboat itu nyaris terbalik. "Waktu itu saya katakan tidak usah kejar saya nanti kalian celaka," kata dia.

Kesedihan mulai terasa kala itu. Ia menangis sejadi - jadinya. "Saya langsung teringat ayah
ibu saya, " kata dia.

Meski demikian, ia masih beranggapan kejadian itu biasa. Toh HT-nya masih berfungsi hingga masih bisa berkomunikasi.

Ia juga masih memiliki makanan dan minuman. Apalagi di perairan Ternate selalu ramai dengan kapal ikan.

Sebelumnya ia juga pernah dua kali putus rakit. "Namun kala itu bisa diselamatkan kapal, " kata dia.

Berharap hal yang sama, ia harus menanggung kecewa. Bangun keesokan harinya, ia langsung berdiri depan pintu dan meminta pertolongan pada kapal yang lewat.

"Seharian kerja saya hanya memanggil kapal yang lewat namun tak ada yang peduli pada saya," kata dia.

Hal itu terjadi seterusnya. Lewat perairan Ternate, makin sedikit kapal yang lewat.

Di hari kelima HT miliknya mulai kehilangan sinyal. Pas seminggu stok makanan habis. "Tak lama kemudian  gas juga habis, " kata dia.

Mulailah periode survival di lautan ganas. Untuk makan ia terpaksa memancing ikan.

"Saya memotong kayu rakit lantas menjadikannya umpan api untuk membakar ikan," katanya.

Beberapa kali ia makan ikan mentah. Rasanya anyir. "Tapi masuk juga di perut," kata dia.

Untuk minum, ia sangat berhemat. Sehari tiga teguk air.
"Kalau air habis memang jadi masalah besar karena tak mungkin minum air laut, " kata dia.

Suatu kali air benar-benar kehabian air. Terpaksa ia minum dari air dari pakaian yang dicelupkan di air laut.

"Pakaian itu saya celup di air laut lantas remas, tak terlalu asin, namun tak bisa terus terusan demikian, " kata dia.

Suatu waktu ia tengah duduk kelelahan di pintu rakit. Sekonyong-konyong terdengar suara yang memerintahkannya agar membuat pancuran.

Ia patuh, dibuatnya pancuran dari bambu dari bawah rakit. Ajaib. Malam itu hujan deras.

Ia kemudian menampung air. Selama sebulan terapung di batas air, seingatnya, hujan hanya turun kala itu. "Saya merasa itu
antara mimpi dan sadar, ini mungkin pertolongan Tuhan, " kata dia.

Pengalaman unik dialaminya di minggu ketiga. Pernah suatu kali ia diburu ikan Hiu.

Siripnya terus nampak di sekeliling rakit selama seharian penuh.

"Saya hanya bisa berdoa, dan ikan hiu itu pergi," kata dia.

Pernah pula ia bertemu ikan berukuran raksasa. Anehnya ikan itu hanya tampak sisi kanannya. "Saya tak tahu ikan apa itu, " kata dia.

Ombak juga kian kencang. Pernah ombak nyaris menghancurkan rakit itu.

Kehidupan Aldi kala itu seperti sudah terjadwal. Pagi ia tangkap ikan. Siang tiduran di rakit dan baca Alkitab.

Sore ia memasak, malam berdoa. "Saya sulit tidur, paling hanya bisa tidur setengah jam, itu pun tak lelap," kata dia.

Untuk menghemat energi, lampu ia matikan kala malam. Ia bisa tiba-tiba sibuk kala ada kapal yang lewat.

"Saya menyalakan lampu agar bisa terlihat kapal," kata dia.

Saat itu jangankan kapal. Pulau pun tak nampak satupun.

"Saat itu saya merasa akan mati di sini, kembali saya menangis, kali ini bukan di dalam rakit tapi di depan pintu rakit, " kata dia.

Pada pekan keempat, fisik dan mental Aldi benar benar sudah merosot.

Semua yang dilakukannya seakan tak berguna dan hanya buang buang waktu belaka.

Segera terbayang kehidupan yang ia jalani sebelumnya, ia yang badung hingga tidak tamat SMP dan bagaimana kedua orangtuanya tetap mengampuninya. Semua menghakiminya. Memicu pikiran untuk bunuh diri.

"Rasanya seperti melompat ke laut itulah jalan keluar, namun saat itu saya teringat ayah ibu saya yang mengajar saya untuk berdoa dalam kesesakan, " kata dia.

Di saat inilah Aldi memperbanyak baca alkitab dan berdoa. Keinginan mengakhiri hidup diusirnya dengan menyanyi lagu rohani.

Malam sebelum 31 Agustus, ia ingat, dirinya menyanyi lagu rohani sepanjang malam itu.

Keadaan gelap gulita, mencekam, namun ia tetap menyanyi hingga pada akhirnya lelap. Keesokan paginya
melintas Kapal Arpegio (kapal laut Amerika, ABK Filipina).

Kapal melintas begitu dekat dan ia pun coba berhubungan dengan kapal itu lewat radio HT.

Tak berhasil. Kapal itu melaju terus. "Tiba-tiba saya ingat teman saya pernah katakan kalau bahasa inggris tolong itu help, jadi saya bilang help eh ternyata ada balasan, " kata dia.

Kapal itu kemudian coba menolongnya. Empat kali kapal itu berputar. Ia berhasil meraih tali dari kapal itu. Namun keadaannya sangat lemah hingga pegangan ke tali terlepas.

Mujizat kembali terjadi. "Kala itu tangan saya nyangkut di tangga, jika tidak saya pasti sudah mati, " kata dia.

Di kapal ia diberi makan dan disuruh istirahat selama dua hari.
Hari ketiga ia diinterogasi kapten. "Kaptennya pakai bahasa inggris saya pakai google traslate, " kata dia. (Arthur Rompis)

Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Aldi Adilang, Nelayan yang Hanyut ke Laut Guam akan Ulang Tahun ke-19: Dia Akan Cerita

Sumber: Tribun Manado
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas