Pro Kontra Referendum Aceh, Wiranto Tak Memberi Ruang Tumbuhnya Gagasan Tersebut
Referendum sudah tidak relevan dan tidak ada lagi dalam sistem hukum di Indonesia.
Editor: Sugiyarto
Menurut Adi Laweung, amanat perdamaian itu merupakan kedaulatan Aceh yang wajib diakomodasi dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
Apalagi perjanjian damai itu ditandangani oleh Pemerintah RI setelah mendapatkan kesepakatan dan persetujuan DPR RI.
"Akibat Pemerintah Pusat tidak menjalankan amanat perdamaian ini, maka kami mengusulkan referendum, " ujarnya.
Di sisi lain, jika ada peselisihan para pihak yang tidak selesai dibahas bersama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pimpinan Politik Gerakan Aceh Merdeka (GAM), maka harus merujuk kembali pada bagian penutupan MoU Helsinki yang termaktub pada point 6.1.
"Seyogyanya semua pihak kembali membaca dan memahami substansi MoU itu dengan utuh," demikian Adi Laweung.
Mantan aktivis mahasiswa Iskandar Usman juga menilai masih banyak poin-poin MoU Helsinki yang belum terwujud sampai saat ini.
Menurut Iskandar Usman, komitmen Pemerintah Pusat untuk mewujudkan poin-poin MoU tersebut masih setengah hati.
"Referendum saya kira menjadi pilihan terbaik untuk Aceh saat ini. Terlebih, referendum adalah salah satu langkah konstitusional di Indonesia, dan juga juga bukan hal baru, Timor Timur sudah melaksanakannya saat Presiden BJ Habibi," kata mantan aktivis mahasiswa ini.
Namun, kata dia, ini tentunya harus diawali dengan kebersamaan oleh semua komponen rakyat.
Harus ada diskursus khusus untuk mempersiapkannya secara matang sehingga didapat output yang maksimal untuk merancang upaya tersebut.
"Referendum ini kan menentukan sikap atas persoalan yang ada, tentua ada yang setuju dan yang tidak. Maka untuk membuktikan mana yang lebih banyak setuju atau tidak, referendum pilihan yang paling tepat," kata Iskandar Usman.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.