Bupati Aceh Besar Larang Maskapai Penerbangan Beroperasi pada Hari Raya Hingga Pukul 12.00 WIB
Bupati Aceh Besar mengeluarkan imbauan tentang penghentian penerbangan saat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha dari dan ke Bandara SIM.
Editor: Dewi Agustina
b) Kepada Pramugari diwajibkan mengenakan jilbab/ busana muslimah yang sesuai dengan aturan Syariat Islam;
c) Kepada semua pihak supaya dapat bekerjasama dan mendukung pelaksanaan Syariat Islam di wilayah Kabupaten Aceh Besar,
Demikian surat ini disampaikan untuk dipedomani dan diindahkan.
Surat Bupati Aceh Besar ini langsung viral di dunia maya dan mendapat sambutan luas masyarakat Aceh.
Beberapa hari sebelum surat Bupati Aceh Besar ini beredar, salah satu tokoh Aceh, Ahmad Farhan Hamid, menulis panjang lebar tentang jilbab untuk pramugari ini di dinding Facebook-nya.
Berikut tulisan Ahmad Farhan Hamid yang dipublikasikan untuk publik di dinding Facebooknya, 9 Januari pukul 07.48 WIB.
Menyertai tulisannya, Farhan juga memosting sebuah foto yang memperlihatkan seorang pramugari berjilbab sedang melayani penumpang pesawat.
"Pagi tadi dalam penerbangan ke Aceh dgn Batik Air, saya mendapati seluruh pramugarinya memakai hijab. Saya ingat-ingat, rasanya dalam penebangan tahun lalu, tidak demikian.
Ada rasa bahagia, pikiran awal saya ini kebijakan perusahaan untuk menghormati penerapan syariat Islam di Aceh.
Pikiran saya bergerak ke masa lalu. Pemberontakan DI/TII Aceh tahun 1953-1961 salah satu (bukan satu-satunya) penyebabnya karena Soekarno ingkar janji. Sempat berjanji kepada Dawud Beureu-Eh, Aceh diberi peluang menerapkan syariat Islam sesudah Indonesia sepenuhnya merdeka. Janji itu diucapkan di awal kemerdekaan, saat Soekarno berkunjung ke Aceh. Korban perang tak terkira.
Perdamaian (Ikrar Lam Teh) melahirkan Daerah Istimewa Aceh, istimewa bidang agama, pendidikan, dan adat-istiadat. (Mungkin) pikiran pemimpin Aceh dan tokoh masyarakat saat itu, inilah ruang menerapkan syariat Islam. Ternyata tak pernah terjadi, semua usaha gagal. Jakarta menolak.
Gerakan Aceh Merdeka, 1976, sebenarnya sebuah upaya melahirkan (kembali) Aceh sebagai satu bangsa dan ingin mewujudkan kedaulatan negara Aceh. Bagi sebagian besar pengikut GAM, terutama generasi yang pernah terlibat dan tahu DII/TII Aceh, keinginan menerapkan syariat Islam di Aceh, adalah bahan bakar yang mendorong mereka terlibat dalam gerakan yang diinisiasi oleh Allahyarham Teungku Hasan Muhammad di Tiro.
Reformasi 1998 melumat habis kekuasaan diktator Soeharto.
Saya ingat almarhum Drs. Kaoy Syah, MA., salah satu anggota DPR RI hasil Pemilu tahun 1997, periode DPR RI masa itulah lahir UU 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh. Posisi legal Syariat Islam di Aceh mulai mendapat ruangnya. Tetapi pasal-pasal dalam UU tersebut tidak mudah diterapkan.