Dihargai Rp 1000 per Kilo, Petani Biarkan Tomat Membusuk di Pohon
Sebelumnya harga tomat bisa mencapai Rp 8.000 hingga Rp 10 ribu per kilogram sedangkan saat Galungan, harganya di Rp 5.000 per kilogram
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribun Bali Muhammad Fredey Mercury
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Harga tomat di kalangan petani kian mengalami penurunan sejak beberapa pekan terakhir.
Kondisi ini dipicu masuknya pasokan tomat dari luar ke pasar Bali.
Petani asal Banjar Ulundanu, Desa Songan, Kintamani, Jero Widiarta mengatakan harga tomat di kalangan petani saat ini mencapai Rp 1.000 per kilogram.
Jumlah tersebut anjlok sejak sebulan terakhir, tepatnya setelah hari raya Galungan.
“Sebelumnya harga tomat bisa mencapai Rp 8.000 hingga Rp 10 ribu per kilogram sedangkan saat Galungan, harganya di Rp 5.000 per kilogram. Namun sejak saat itu harganya anjlok Rp 1.000,” jelasnya, Senin (26/8/2019).
Jero Widiarta menyebutkan, anjloknya harga tomat dipengaruhi masuknya pasokan tomat dari luar Bali ke pasar Bali.
Baca: Ayah Siswi yang Tewas Terjepit Pintu Semi Otomatis Sekolah Minta Proses Hukum Dilanjutkan
Ia juga tidak menampik fluktuasi harga kerap kali terjadi lantaran masa panen tomat cenderung bersamaan dengan pertanian luar Bali.
Saking anjloknya harga tomat, tudak jarang para petani enggan untuk memanen tanamannya.
Petani justru membiarkan buahnya memerah di ladang bahkan sampai dijadikan pakan babi.
Kondisi ini disebabkan karena harga jual tomat tidak sesuai dengan ongkos pengeluaran.
“Kalau dijual dengan harga itu (Rp 1.000 per kilogram), berarti kan membutuhkan tenaga petik. Tenaga itu harus dibayar. Secara hitung-hitungan tidak cukup untuk membayar tenaganya,” ungkapnya.
Harga tomat cenderung normal apabila berada di kisaran Rp 5.000.
Baca: 5 Pengakuan Hotman Paris Setelah Laporkan Balik Farhat Abbas dan Andar Situmorang, Tak Akan Ada Maaf
Dengan harga tersebut, kata Widiarta para petani sudah mendapatkan untung tipis setelah dipotong ongkos pemeliharaan, pembelian pupuk, obat tanaman, serta ongkos tenaga petik.
Walaupun fluktuasi harga tomat kerap terjadi, Jero Widiarta tidak mengetahui berapa lama kondisi ini berakhir.
Satu solusi adalah upaya dari pemerintah provinsi untuk memberlakukan pembatasan masuknya hasil pertanian dari luar Bali.
“Seringkali jika barang dari luar Bali masuk ke pasar Bali, hasil pertanian petani setempat pasti hancur. Tak hanya harga tomat, harga bawang pun juga kena dampaknya. Kalau bisa, itu harapan kami pada pemerintah,” tandasnya.
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Harga Tomat Anjlok Rp 1.000 Sekilo, Petani di Kintamani Pilih Biarkan Tomatnya Membusuk