Menelusuri Aktivitas Mafia Kayu di Tanggamus: Sebar Mata-mata Hingga Melibatkan Sopir Truk
Hutan lindung di Kabupaten Tanggamus menjadi "lahan basah" bagi para pelaku illegal logging alias penebangan liar.
Editor: Dewi Agustina
Pada tahapan ini pun, para pelaku lapangan illegal logging tidak gegabah. Pilihan orang yang bisa menjaga rahasia tetap prioritas.
Biasanya, melibatkan 4-10 tukang ojek yang mengangkut kayu hasil tebangan.
Dalam tahap pengangkutan pun ada strateginya.
Mulanya pengangkutan pertama, kayu hasil tebangan dipindahkan dari lokasi penebangan ke tempat lain untuk menghilangkan jejak.
Sampai tahap ini, mata-mata tetap digunakan.
Baca: Empat Pelaku Pembalakan Liar di TTU Diamankan Saat Tengah Mengganti Ban Truk
Baca: Janson Meregang Nyawa Gara-gara Mengancam Mantan Anggota DPRD Tanggamus
Jalur Keluarkan Kayu
Pada tahap ini juga, pelaku lapangan illegal logging mulai menentukan jalur mengeluarkan kayu.
Jalur tersebut pastinya berbeda dari jalur masuk saat akan menebang pohon.
Tujuannya agar jejak benar-benar hilang.
Bahkan, seringkali jalur untuk mengeluarkan kayu lebih panjang dari jalur ketika menuju lokasi penebangan.
Sebab, para pelaku lapangan illegal logging pun mewaspadai adanya laporan masyarakat kepada aparat bahwa ada yang menebang pohon.
Sebagai antisipasi tidak tepergok aparat, mereka mengubah jalur keluarnya kayu.
Kadang, kayu disembunyikan sementara dengan cara ditutupi daun dan dahan kering.
"Itu juga untuk menghilangkan ingatan masyarakat di sekitar jalur masuk bahwa pernah ada yang menebang pohon. Kayu hasil tebangan bisa disimpan sampai tiga bulan, baru digeser lagi untuk dikeluarkan," ujar Ij, sumber yang mengetahui pola pengangkutan kayu.
Menurut Ij, penggeseran kayu pun tidak cukup sekali, melainkan bisa sampai lima kali.
Itu tergantung situasi demi amannya kayu curian.
Dan biasanya, pergeseran itu semakin menjauh dari lokasi penebangan.
"Kadang kalau ada orang yang nemu tumpukan kayu, orang yang nemu agak bingung. Di sekitar tempat itu tidak ada pohon yang ditebang, tapi kok ada kayu. Itulah kayu yang disembunyikan dari hasil menebang di tempat lain," beber Ij.
Libatkan Sopir Truk
Pada tahap ini, para pelaku lapangan illegal logging juga berspekulasi.
Sebab, sering pula saat kayu disimpan sementara, ada warga yang menemukan, lalu melapor kepada aparat.
Jika begitu, maka kayu tidak bisa lolos ke luar hutan.
Sementara jika kayu tetap aman, maka kayu akan diletakkan di lokasi sekitar jalan yang bisa dijangkau truk.
Pada tahap ini mulailah dilibatkan sopir dan truk untuk mengeluarkan kayu dari hutan.
Kembali lagi, kerahasiaan harus tetap terjaga.
Para sopir harus bersedia bungkam mengenai siapa yang menyuruhnya.
Jika sopir dengan kriteria itu tidak didapat, maka biasanya dilibatkan "sopir tembak".
Kepada "sopir tembak" itu, pelaku lapangan akan mengaku bahwa kayu itu diangkut dari kebun.
"Kalau seperti itu, tidak dibilang kayu dari hutan. Buktinya, ada di dekat jalan, terus truk sudah bisa masuk. Jadi, sopir tembak itu percaya bahwa kayu yang mau diangkut itu dari kebun," kata Dd, seorang sopir truk yang mengetahui modus pengangkutan kayu.
Dengan cara begitu, maka saat tepergok razia aparat, sopir truk tidak paham bahwa yang dibawanya adalah kayu hasil penebangan liar.
Sementara untuk sopir truk yang memang bungkam, maka sopir itu akan mengaku bahwa ia hanya diajak teman, sementara temannya sudah lebih dahulu berangkat.
Pola seperti itulah yang merata diterapkan di semua hutan lindung di Tanggamus.
Mulai dari Register 30 atau Gunung Tanggamus, Register 31 atau Pematang Asahan, Register 39 di Bandar Negeri Semong dan Semaka, Register 28 atau Pematang Neba, serta Register 27 yang melingkupi Kecamatan Limau, Cukuh Balak, sampai Kelumbayan.
Tak Tahu Kayu curian
Sejumlah penggergaji mesin yang dilibatkan dalam modus illegal logging mengaku antara tahu dan tidak tahu bahwa mereka ikut terlibat dalam penebangan pencurian kayu di hutan lindung.
Menurut seorang penggergaji mesin, Sm, dirinya paham bahwa menebang pohon di hutan lindung bisa terjerat sanksi pidana.
Namun, menurut dia, orang yang menyuruhnya biasanya mengatakan bahwa lokasi penebangan bukan hutan, melainkan hanya kebun.
Dan biasanya juga dikatakan hanya menebang sisa pohon yang belum ditebang.
"Pertamanya nggak mengaku itu di (hutan) kawasan, bilangnya cuma kebun dekat hutan. Terus sebelum mengajak, mereka datang beberapa kali sambil terus minta bantu. Akhirnya mau nggak mau berangkat," ujar Sm.
Sm mengaku biasanya ia baru tahu bahwa di lokasi adalah hutan lindung ketika sudah tiba di lokasi dan melihat lokasi sekitarnya.
Kemudian, jenis pohon yang ditebangnya menggunakan gergaji mesin ternyata cenderung pohon berkayu berharga, bukan pohon buah.
"Kalau benar di hutan, ya udah, cepat-cepat saja dibereskan, takutnya ketangkap petugas. Kalau mereka enak aja tinggal lari. Kalau saya, harus bawa alat-alat (mesin gergaji dan lainnya)," ujar Sm.
Ia mengaku biasanya untuk menebang pohon diajak pagi-pagi sekali.
Alasannya, orang yang menyuruhnya mengaku masih ada pekerjaan lain lagi.
"Tapi kenyataannya nggak begitu, cuma alasan mereka aja," imbuh Sm.
Kemudian untuk jalur pulang, Sm mengakui memang berbeda dengan jalur masuk.
Pelaku lapangan illegal logging pun, beber dia, ada beberapa orang yang nantinya akan berpencar.
Sementara ia sendiri diajak salah satu dari pelaku lapangan untuk melewati jalur pulang yang berbeda.
Terkait bayaran, biasanya penggergaji mesin menerima Rp 200 ribu-300 ribu dan pembantu Rp 100 ribu dalam sehari.
Diminta Tolong
Sementara tukang ojek yang mengangkut kayu mengaku mereka mulanya hanya dimintai tolong.
Pelaku lapangan, menurut tukang ojek, mendatangi beberapa kali dengan alasan kayu bisa hilang jika tidak segera dibawa.
"Kalau nggak ada panenan, baru mereka minta tolong. Sebab mereka tahu lagi nggak repot. Jadi ya mau aja. Yang penting aman," ujar Bb, seorang tukang ojek.
Ia mengaku, dalam mengangkut kayu memang harus cermat, khususnya untuk jalur dan waktunya.
Terkait jalur, ia mengikuti perintah kayu diantar sampai di mana.
"Biasanya pilih jalan yang sepi. Nerabas-nerabas nggak apa-apa yang penting bisa dilewati. Kalau mentok nggak bisa lewat, kayu diletakkan di tempat itu," terang Bb.
Terkait pola pengangkutan, di bagian depan biasanya ada yang memandu.
Pemandu itu, menurut Bb, bagian dari kelompok pelaku illegal logging.
Tugasnya memantau untuk mengantisipasi jika kepergok aparat.
"Juga bantu kalau tukang ojek kesulitan bawa kayu pas ketemu lubang atau jalan yang curam. Dia juga akan mengubah rute kalau situasi bakal menghambat pengangkutan kayu," tutur Bb.
Para tukang ojek biasanya menerima bayaran Rp 50 ribu dengan panjang rute sekitar lima kilometer.
Jika lebih, maka sesuai kondisi jalur yang dilaluinya.
Malam Hari
Komandan Unit Polisi Hutan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kota Agung Utara Dodi Hanafi mengakui illegal logging saat ini sedang marak.
Sebagai aparat, pihaknya juga mengakui kesulitan meringkus para pelaku.
Sebab, para pelaku cerdik dan memiliki jaringan luas.
Bahkan, setiap aktivitas Polisi Hutan tak luput dari pantauan mereka.
"Jadi, kami juga dimata-matai sama mereka. Mereka juga punya tempat-tempat untuk memantau. Makanya, saat kami masuk ke hutan, mereka bisa langsung bubar. Itu kesulitan kami dalam mengungkap illegal logging," terang Dodi beberapa hari lalu.
Dodi mengungkapkan para pelaku illegal logging biasa bergerak pada malam hari.
Jika ada yang beraksi pada siang hari, menurut dia, hal itu tergolong nekat.
Sebab, aksi pada siang hari cukup mudah ketahuan warga yang kemudian akan melapor.
Dodi menyebut ada unsur preman dalam rantai pelaku illegal logging.
Mereka kerap mengintimidasi warga supaya tidak melapor ke aparat.
Jika warga tetap melapor, beber Dodi, kawanan preman bisa menyerbu masyarakat.
"Itulah dilemanya. Satu sisi masyarakat ingin bantu kami, tapi di sisi lain mereka bakal terancam. Akhirnya aksi illegal logging sulit terpantau," katanya.
Polres Tanggamus Selidiki
Polres Tanggamus bersama jajaran polsek akan menyelidiki kasus illegal logging seperti penelusuran Tribun ini.
"Kami akan selidiki kasus-kasus illegal logging ini. Kami akan menghimpun informasi," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tanggamus Ajun Komisaris Pol Edi Qorinas.
Karena sulitnya mengungkap kasus illegal logging, pihaknya akan menambah informan-informan.
Tugasnya adalah memantau aktivitas para pelaku, kemudian memberi laporan.
"Kami akan melakukan penguatan penerimaan informasi dengan menambah informan-informan. Kami kuatkan peran Bhabinkamtibmas untuk menerima temuan dari masyarakat, dan berlanjut pada penangkapan pelaku serta pengamanan barang bukti kayu curian," jelas Edi.
Senada, Komandan Unit Polisi Hutan KPHL Kota Agung Utara Dodi Hanafi menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan jajaran Polres Tanggamus serta Kodim 0424 Tanggamus untuk penyelidikan.
"Kami akan koordinasi. Bisa sama-sama bergerak atau salah satu saja yang mengamankan," ujarnya.(Tribunlampung.co.id/tri yulianto)
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Sulitnya Mengungkap Mafia Kayu di Tanggamus, Pelaku Sebar Mata-mata Awasi Aparat
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.