Warga Nagekeo NTT Terpaksa Olah Ubi Beracun Untuk Dimakan Sebagai Pengganti Nasi
Demi bertahan hidup di tengah menipisnya stok pangan, warga Kabupaten Nagekeo, NTT terpaksa mengolah ubi beracun untuk dikonsumsi
Editor: Adi Suhendi
Sampai dirumah diolah secara bersama sehingga kerjanya tidak berat.
Satu kelompok bisa cepat menyelesaikan pekerjaan untuk mengolah Odo.
Warga bergotong-royong untuk mengolah Odo dan hasilnya dibagi secara merata kepada anggota kelompok yang sudah kerjasama tersebut.
"Ada anggota keluarga yang baru ikut gali dan olah Odo. Mereka ikut bergabung dengan kita supaya bisa kerjasama untuk olahnya. Karena ada yang tidak tau olah Odo," ungkapnya.
Baru Ikut Gali Odo
Warga lainnya Leo Rengga (40) mengatakan dirinya baru pertama kali ikut menggali Odo di hutan. Sebelumnya hanya bisa makan Odo yang sudah diolah oleh orangtua.
"Saya baru pertama ikut gali Odo di hutan. Karena memang stok pangan menipis bahkan sudah habis. Dua bulan lebih tidak ada kerja. Selama ini sudah tidak biasa. Sayur dan tomat yang ada dikebun hancur semua mau jual dimana," ungkap Leo.
Pria yang berprofesi sebagai tukang bangunan ini mengatakan selama satu bulan terkahir ini, ia tak lagi bekerja sehingga tidak ada pendapatan sama-sekali.
"Saya ada kerja gereja. Tapi sejak pandemi Covid ini tidak lagi kerja. Terpaksa untuk mendapatkan stok makanan harus ikut gali Odo ini," ungkapnya.
Ia menyatakan memang kondisi dan kenyataan yang terjadi banyak masyarakat mencari Odo di hutan untuk dijadikan bahan makanan. Dan ini bukan direkayasa untuk mendapatkan bantuan tapi memang stok makan dimasyarakat sudah menipis dan bahkan ada yang sudah habis.
Baca: Anak Bisa Tambah Kreatif Saat Berada di Rumah Selama Pandemi Corona, Ini Penjelasan Kak Seto
Ia mengatakan menggali Odo memang tradisi sejak dahulu namun selama ini tidak semua warga Waedoa yang mencari Odo tapi orang tertentu saha.
Tapi sejak pandemi Covid-19 ini masyarakat desa mulai berinisiatif untuk mencari bahan makanan yang bisa menggantikan nasi. Satu diantaranya Odo.
Odo menjadi pilihan terkakhir karena diyakini bisa bertahan lama setelah diolah. Jika mau dikonsumsi tinggal masak dan siap disajikan untuk keluarga.
Warga lainnya, Kristina Iwa (40) mengatakan karena pasar tutup dirinya tak lagi menjual gorengan. Biasanya jika hari pasar dirinya menjual gorengan dan bisa menghasilkan uang untuk menopang keluarga dengan jualan barang dapur lainnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.