Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Mantan Sopir Angkot Gagal Jadi Wali Kota, Sekarang Malah Sudah Jadi Anggota DPRD Sumsel

Seorang mantan sopir angkot asal Desa Lubuk Ngin Kecamatan Selangit Kabupaten Musirawas membagikan perjalanan hidupnya.

Editor: Endra Kurniawan
zoom-in Kisah Mantan Sopir Angkot Gagal Jadi Wali Kota, Sekarang Malah Sudah Jadi Anggota DPRD Sumsel
SRIPOKU.COM/Ahmad Farozi
Toyeb Rakembang, anggota DPRD Propinsi Sumsel - Kisah Mantan Sopir Angkot Gagal Jadi Wali Kota, Sekarang Malah Sudah Jadi Anggota DPRD Sumsel 

TRIBUNNEWS.COM - Seorang mantan sopir angkot asal Desa Lubuk Ngin Kecamatan Selangit Kabupaten Musirawas membagikan perjalanan hidupnya.

Mantan sopir itu bernama Toyeb Rakembang yang berhasil berjuang dalam hidup untuk menjadi 'orang'.

Pria yang lahir pada 15 Oktober 1975 kini menjabat seorang legislator di DPRD Propinsi Sumsel.

Ia mewakili daerah pemilihan (Dapil) 8 yang meliputi wilayah Kabupaten Musirawas, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Muratara dari Partai Amanat Nasional (PAN) periode 2019-2024.

Untuk mencapai posisinya kini, jebolan Institut Agama Islam Negeri (IAIN - sekarang UIN) Imam Bonjol Padang Sumbar ini menempuh jalan berliku.

Bahkan dia pernah jadi sopir angkot, sebelum akhirnya memilih terjun ke dunia politik yang digelutinya sampai saat ini.

Kepada Sripoku.com, suami dari Yulia Marhaena ini menuturkan kisah perjalanan hidupnya.

Berita Rekomendasi

"Jangan lihat saya sekarang, tapi proses panjang yang telah saya lalui tidaklah mudah," ujar Toyeb, sapaan akrabnya, saat berbincang dengan Sripoku.com, di kediamannya Jalan Bengawan Solo Kota Lubuklinggau, Jumat (5/2/2021).

Baca juga: Gadis Berusia 20 Tahun di Sumsel Jadi Penambal Ban dan Jual Air Galon Demi Bayar Utang Orangtua

Masa Kecil

Dituturkan, masa kecilnya dihabiskan di tanah kelahirannya Desa Lubuk Ngin, dan mulai sekolah di SDN 1 Lubuk Ngin pada tahun 1982.

Selepas menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Lubuk Ngin pada tahun 1988, dia menimba ilmu di Pondok Pesantren Thawalib Padang Panjang Sumbar.

Saat itu usianya belum genap 13 tahun. Di usianya yang masih terbilang belia, dia sudah harus berpisah jarak cukup jauh dari kedua orang tua dan keluarganya. Namun semuanya dijalani dengan tabah.

Meski kadang kerinduan dengan orang tua dan kampung halaman menyeruak dalam dadanya selama mondok di perantauan. Apalagi sebagai anak paling kecil (bungsu) dari enam bersaudara di keluarganya, dia begitu dekat dengan kedua orang tuanya.

"Awalnya terasa berat, tapi setelah beberapa lama dijalani, akhirnya jadi terbiasa. Perjalanan waktu dan beban menempa kita berpikir jadi lebih dewasa sebelum waktunya" ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas